Jogja Kembalikan Tanah Rampasan Jepang, 811 Sertifikat Dibagikan

Jogja Kembalikan Tanah Rampasan Jepang 811 Sertifikat Dibagikan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan (ATR/BPN) telah menyelesaikan sertifikasi seluas 703.844 meter persegi di Parangtritis, Yogyakarta. yang dulunya dirampas oleh Jepang pada masa penjajahan (sekitar 1943-1945) untuk kepentingan pertahanan ini, kini telah resmi menjadi milik 680 warga setempat dengan terbitnya 811 sertifikat.

Penyerahan sertifikat dilakukan langsung oleh Menteri ATR, Nusron Wahid, pada Sabtu, 10 Mei, di Kantor Lurah Parangtritis. Kehadiran Menteri Nusron disambut antusias oleh warga yang telah lama menantikan kepastian legalitas atas tanah mereka.

Bacaan Lainnya

Menteri Nusron Wahid menekankan pentingnya pemanfaatan sertifikat tanah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia berharap warga dapat menggunakan tanah tersebut secara produktif, misalnya untuk pengembangan usaha atau peningkatan kualitas hidup. Beliau berpesan agar sertifikat tanah ini dijaga dengan baik dan tidak dijual, melainkan digunakan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Program Konsolidasi Tanah dan Dampaknya

Program Konsolidasi Tanah yang menghasilkan 811 sertifikat ini merupakan langkah signifikan dalam menyelesaikan masalah kepemilikan tanah di Parangtritis. Selama puluhan , status tanah ini tidak jelas, menyebabkan kesulitan warga dalam mengakses layanan publik, permodalan, dan pengembangan usaha.

Dengan adanya sertifikat ini, warga kini memiliki kepastian hukum atas kepemilikan tanah mereka. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan akses terhadap kredit perbankan, dan membuka peluang investasi di wilayah Parangtritis. Program ini juga memberikan rasa aman dan keadilan masyarakat.

Distribusi Sertifikat dan Wilayah Terdampak

Sebanyak 811 sertifikat tanah tersebar di tujuh dusun di Parangtritis, yaitu Sono, Duwuran, Kretek, Grogol VII, Grogol VIII, Grogol IX, dan Grogol X. Setiap sertifikat mewakili bagian dari tanah yang dikenal sebagai “tanah tutupan Jepang,” sebutan untuk lahan yang dirampas oleh penjajah Jepang selama masa pendudukan.

Proses sertifikasi tanah ini melibatkan kerjasama antara Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Gugus Tugas Reforma Agraria DIY. Kerjasama ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah agraria dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Apresiasi dan Harapan Ke Depan

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas terselesaikannya program sertifikasi tanah ini. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam proses tersebut. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi penyelesaian masalah agraria di daerah lain.

Ke depan, diharapkan program sertifikasi tanah ini dapat terus berlanjut dan menjangkau lebih banyak masyarakat yang masih memiliki permasalahan serupa. Penyelesaian masalah agraria menjadi kunci penting dalam pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan kepastian hukum atas tanah, masyarakat dapat lebih berdaya dan berkontribusi dalam pembangunan .

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya sertifikat tanah dan bagaimana cara memanfaatkannya secara optimal. Pendampingan pasca-sertifikasi juga diperlukan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memanfaatkan sertifikat tanah tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *