Tragedi Banyuwangi: Mengapa Ibu Tega Kubur Bayi? Psikologi & Parenting Jadi Sorotan

Tragedi Banyuwangi Mengapa Ibu Tega Kubur Bayi Psikologi Parenting Jadi Sorotan scaled

Jakarta – Peristiwa tragis penguburan bayi hidup-hidup di Banyuwangi, Jawa Timur, menyita perhatian publik. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang menggugah nurani ini. Peristiwa ini menjadi pengingat akan kompleksitas persoalan sosial yang ada di masyarakat, khususnya di pedesaan.

Kasus ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga mencerminkan berbagai permasalahan lain yang lebih mendalam. Mulai dari kemiskinan, kondisi mental dan psikologis, hingga lemahnya sistem pendampingan keluarga. Nduk Nik, sapaan akrab Nihayatul Wafiroh, menekankan pentingnya penanganan komprehensif untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.

Akar Masalah: Tekanan Sosial dan Kurangnya Pemahaman

Tekanan Sosial yang Kuat

Nihayatul Wafiroh menyoroti alasan orang tua yang tega mengubur bayinya karena “malu memiliki anak banyak”. Hal ini menunjukkan masih kuatnya tekanan sosial di masyarakat. Tekanan ini seringkali mendorong keluarga untuk mengambil tindakan ekstrem, sebagai upaya untuk memenuhi ekspektasi sosial yang ada.

Kurangnya Pemahaman

Selain tekanan sosial, kurangnya pemahaman tentang nilai kehidupan, pengasuhan, dan pentingnya perencanaan keluarga juga menjadi faktor penting. Edukasi yang kurang memadai tentang hal-hal ini membuat keluarga tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi tantangan dalam mengasuh anak.

Solusi: Penguatan Sistem dan Edukasi

Peran Pemerintah Daerah

Nihayatul Wafiroh menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menangani kasus ini. Pemerintah daerah diharapkan tidak menutup mata terhadap fakta memilukan seperti ini. Penanganan kasus ini harus melibatkan berbagai aspek, termasuk pendidikan parenting, pendekatan psikologis, dukungan keluarga, dan penguatan nilai di komunitas pedesaan.

Program Keluarga Berencana (KB)

Politisi asal Banyuwangi itu juga menegaskan perlunya memperkuat edukasi dan sosialisasi program Keluarga Berencana (KB) hingga ke pelosok desa. Ia menilai, lemahnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat KB sering kali menimbulkan tekanan sosial, ketimpangan ekonomi, hingga gangguan psikologis dalam keluarga.

Nihayatul Wafiroh menjelaskan pentingnya KB sebagai sarana untuk merencanakan masa depan keluarga yang lebih baik.

“KB bukan hanya soal menunda kehamilan, tapi juga tentang bagaimana keluarga mampu merencanakan masa depan anak-anaknya dengan sehat, bahagia, dan berdaya,”

Bantuan Langsung dan Pendampingan

Sebagai bentuk keprihatinan, tim Nihayah Center telah diinstruksikan untuk memberikan bantuan langsung kepada keluarga pelaku. Bantuan tersebut mencakup pendampingan psikologis dan pelatihan parenting dasar. Hal ini bertujuan untuk memberikan dukungan moral dan sosial agar keluarga dapat pulih dari tekanan yang mereka alami.

Sistem Deteksi Dini

Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu juga meminta pemerintah daerah bersama dinas terkait untuk memperkuat sistem deteksi dini terhadap potensi kasus kekerasan atau penelantaran anak di tingkat desa. Dengan adanya sistem deteksi dini, diharapkan kasus-kasus serupa dapat dicegah sebelum terjadi.

Nihayatul Wafiroh menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam menangani kasus ini. Jika hanya dipandang sebagai perkara kriminal tanpa menyentuh akar persoalan sosial dan psikologisnya, potensi kejadian serupa di masa depan tetap besar.

Nihayatul Wafiroh berharap, peristiwa tragis di Banyuwangi menjadi momentum bagi pemerintah untuk meninjau kembali pola pembinaan dan pendampingan keluarga di tingkat pedesaan.

“Saya berharap peristiwa tragis di Banyuwangi menjadi momentum bagi pemerintah untuk meninjau kembali pola pembinaan dan pendampingan keluarga di tingkat pedesaan, termasuk memperluas akses terhadap layanan KB dan konseling keluarga,”

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI