Menjelang pelantikan kepengurusan baru XTC Indonesia pada 11 Oktober 2025, sorotan tertuju pada arah transformasi organisasi. Taufik R. Nugraha, Ketua Umum periode 2013–2014, memberikan pandangannya mengenai langkah strategis yang perlu diambil. Ia menekankan pentingnya perubahan mendasar bagi komunitas yang telah lama hadir sebagai ruang kebersamaan ini.
Dalam pernyataan resminya pada Jumat, 3 Oktober 2025, Taufik menjelaskan bahwa meskipun secara legal formal XTC tergolong muda, secara historis komunitas ini telah lama hadir, tumbuh dari akar budaya komunal. Perjalanan panjang XTC kini memasuki fase penting: bertransformasi dari komunitas spontan menjadi organisasi yang terstruktur. Namun, proses ini tidak berjalan mulus.
Sumber daya manusia berkembang secara alami, tanpa perencanaan sistematis. Adaptasi berlangsung seadanya, dan sering kali tanpa fondasi kelembagaan yang kuat.
Akibatnya, dinamika internal yang kompleks kerap muncul, namun tidak selalu direspons dengan pendekatan yang tepat. Ketiadaan sistem yang mapan membuat berbagai persoalan klasik terus berulang. Konflik, miskomunikasi, dan ketidakseimbangan peran menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama.
Taufik menekankan bahwa perubahan memerlukan lebih dari sekadar semangat.
“Perubahan tidak cukup hanya dengan semangat,” ujar Taufik.
“Kita butuh kesiapan mental dan materiil dari semua elemen. Jiwa yang sadar akan tanggung jawab sosial adalah fondasi utama dalam membangun XTC Indonesia yang lebih baik.”
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama lintas generasi dan wilayah. Ego pribadi dan kelompok perlu dikesampingkan demi terciptanya sinergi yang sehat. Tanpa itu, visi besar organisasi akan sulit terwujud secara konsisten dan berkelanjutan.
Kesadaran bersama harus dibangun dari dalam. Para pegiat dan pejuang XTC Indonesia perlu saling menyadarkan diri, saling menguatkan, dan membuka ruang dialog yang jujur. Proses ini memang tidak instan, namun sangat penting untuk keberlangsungan organisasi.
Taufik juga menyoroti pentingnya konsolidasi internal sebagai langkah awal. Penguatan struktur, kejelasan peran, dan sistem komunikasi yang efektif menjadi prasyarat agar transformasi berjalan lebih cepat dan minim konflik. Ia mendorong agar setiap langkah organisasi dijalankan dengan konsepsi yang matang dan terukur.
Perencanaan strategis, evaluasi berkala, dan keterbukaan terhadap kritik harus menjadi budaya baru dalam tubuh XTC Indonesia. Regenerasi menjadi aspek yang tak kalah penting. Memberikan ruang bagi generasi muda untuk berkontribusi akan memperkuat daya tahan organisasi dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Taufik percaya bahwa XTC Indonesia memiliki potensi besar sebagai kekuatan sosial yang positif.
“XTC Indonesia memiliki potensi besar sebagai kekuatan sosial yang positif,” kata Taufik.
“Namun potensi itu hanya akan terwujud jika dikelola dengan bijak dan penuh tanggung jawab.”
Momentum perubahan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Jangan sampai terjebak dalam pola lama yang stagnan dan tidak produktif. Transformasi bukan sekadar perubahan struktur, melainkan pembangunan kesadaran kolektif.
Dengan semangat kolaborasi dan komitmen bersama, XTC Indonesia bisa menjadi contoh organisasi komunitas yang mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman. Tantangan memang besar, namun harapan selalu ada. Taufik menutup pernyataannya dengan harapan agar para pegiat XTC Indonesia terus menjaga semangat perjuangan, memperkuat solidaritas, dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi komunitas dan bangsa.