Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan pemerintah berwenang memblokir game online Roblox jika terbukti melanggar Undang-Undang ITE. Kewenangan ini tegas tertuang dalam UU No. 1 Tahun 2024. Pelanggaran tersebut meliputi pengabaian perlindungan anak dalam platform mereka.
KPAI menekankan kewajiban setiap platform digital, termasuk Roblox, untuk melindungi anak-anak yang mengaksesnya. Hal ini diamanatkan dalam Pasal 16A UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE. Kegagalan memenuhi kewajiban ini dapat berakibat pada pemblokiran permanen.
“Setiap platform digital atau sistem elektronik (PSE), termasuk game Roblox, punya kewajiban untuk memberikan pelindungan kepada anak yang mengakses atau menggunakan produk, fitur atau layanan PSE. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 16A UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE,” jelas Komisioner KPAI, Kawiyan, kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/8).
Jika Roblox terbukti melanggar ketentuan tersebut dengan mengakibatkan kerugian pada anak, seperti kekerasan, adiksi, perjudian online, atau pornografi, pemerintah berhak memblokirnya. KPAI mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera menyelidiki laporan adanya anak yang menjadi korban akibat game Roblox.
“Kalau Roblox juga melanggar ketentuan tersebut, pemerintah harus memblokirnya,” tegas Kawiyan. Dampak negatif dari game online pada anak sangat serius, baik secara fisik, psikis, mental, dan sosial. Anak-anak yang menjadi korban bahkan bisa kehilangan masa depan mereka.
Menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Abdul Mu’ti terkait korban Roblox, KPAI meminta Kominfo melakukan investigasi menyeluruh. Investigasi ini penting untuk mengidentifikasi korban dan memberikan bantuan yang diperlukan. Perlu dipahami skala dampak buruk dari game ini bagi anak.
KPAI menegaskan Kominfo memiliki otoritas untuk melakukan pemblokiran, sesuai dengan UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025. Peraturan tersebut merinci prosedur keamanan yang harus dipenuhi PSE untuk melindungi anak.
“Kalau sebuah PSE tidak menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut dan mengabaikan keselamatan dan perlindungan anak, maka PSE tersebut harus diberikan sanksi. Sanksi tersebut bisa berupa pemblokiran atau pemutusan akses secara permanen,” tegas Kawiyan lagi.
Meskipun mengakui adanya game online yang positif dan edukatif, KPAI menyoroti pentingnya pengawasan orang tua dan kepatuhan pada klasifikasi umur. Banyak anak menjadi korban dampak negatif game online karena memainkannya di luar batas usia yang dianjurkan.
Selain itu, KPAI juga menyoroti potensi penyalahgunaan game online untuk aktivitas ilegal. Oknum tertentu dapat memanfaatkannya untuk penipuan, eksploitasi, cyberbullying, dan penyebaran konten kekerasan. Perlu upaya bersama untuk memastikan keamanan anak dalam dunia digital.
“Ada pula oknum-oknum yang memanfaatkan game sebagai jaringan digital untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum seperti penipuan, eksploitasi, cyberbullying, mengajarkan kekerasan dan sebagainya,” ujar Kawiyan. Perlindungan anak di dunia digital membutuhkan kerjasama semua pihak.
Lebih lanjut, KPAI juga menyarankan perlu adanya peningkatan literasi digital bagi orang tua untuk mengawasi aktivitas anak-anaknya di dunia maya. Hal ini penting untuk memastikan anak-anak menggunakan internet dan bermain game online dengan aman dan bertanggung jawab. Penting juga bagi pengembang game untuk memperhatikan aspek keamanan dan perlindungan anak dalam desain dan fitur game mereka.