Dugaan Kebocoran Data JNE: 81 Juta Data Pengiriman Diklaim Bocor di Dark Web
Indonesia kembali dilanda gelombang kebocoran data. Kali ini, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menjadi sorotan setelah klaim peretasan besar-besaran muncul di forum gelap (dark forum). Seorang pengguna dengan nama samaran “R0m4nce” mengklaim telah memperoleh dan menjual data logistik JNE yang sangat besar.
Klaim tersebut menyebutkan bahwa data yang bocor berjumlah 81,47 juta baris catatan pengiriman. Data ini mencakup periode Mei hingga 8 Agustus 2025. Informasi yang bocor meliputi nomor resi, nama penerima, alamat lengkap, nomor ponsel, dan detail barang kiriman. Jenis data ini sangat sensitif dan berpotensi disalahgunakan.
“R0m4nce” memublikasikan cuplikan data yang bisa diunduh secara bebas, membuktikan kebocoran data ini bukan sekadar isu. Ia juga mengaku telah menghubungi JNE, namun tidak mendapat respons. Pernyataan pelaku di darkforums.st berbunyi: “Kami sudah mencoba menghubungi perusahaan JNE, namun tidak ada balasan. Mungkin mereka memilih untuk mengabaikannya, jadi kami memutuskan untuk menjual data di sini.”
Data yang diduga bocor berukuran 245 GB dalam kondisi tidak terkompresi, disimpan dalam format CSV dan JSON. Pelaku menawarkan seluruh data seharga 2.000 dolar AS (sekitar Rp 32 juta), dengan opsi pembelian parsial. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan data untuk kejahatan siber, seperti phishing dan penipuan.
Sebelum kabar kebocoran ini muncul, sejumlah pengguna JNE telah melapor di platform X mengenai penipuan yang mereka alami. Laporan tersebut memperkuat dugaan bahwa kebocoran data telah dimanfaatkan untuk aktivitas kriminal. Kasus JNE ini menambah panjang daftar kebocoran data di Indonesia, yang sebelumnya telah menimpa berbagai sektor, termasuk BPJS Kesehatan, lembaga pendidikan, marketplace, dan penyedia layanan transportasi.
Meskipun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan, lemahnya sistem keamanan dan kurangnya transparansi dalam penanganan kasus menyebabkan masalah ini terus berulang. Banyak pihak menilai, setiap insiden seharusnya menjadi momentum perbaikan, bukan hanya penambahan kasus tanpa solusi.
Kebocoran data ini menjadi peringatan bagi masyarakat. Setiap kali kita memberikan data pribadi seperti nama, alamat, dan nomor ponsel, kita harus menyadari risiko potensial penyalahgunaan informasi tersebut. Data tersebut tidak hanya jatuh ke tangan pihak yang kita percayai, tetapi juga dapat tersebar luas di internet gelap.
JawaPos.com telah berupaya menghubungi JNE untuk konfirmasi terkait klaim kebocoran data yang viral di media sosial. Namun hingga artikel ini dipublikasikan, belum ada tanggapan resmi dari pihak JNE. Ketidakjelasan dari pihak JNE semakin memperparah situasi dan menambah kekhawatiran publik.
Kejadian ini menyoroti pentingnya peningkatan keamanan data di sektor swasta dan publik di Indonesia. Perlu upaya yang lebih serius untuk mencegah dan mengatasi kebocoran data di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dari pihak terkait sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan melindungi data pribadi warga negara. Minimnya respons JNE juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen perusahaan dalam melindungi data pelanggannya.
Tinggalkan komentar