Industri Vape Indonesia Terpuruk: Ancaman Resesi, Regulasi, dan Cukai Membebani

Industri Vape Indonesia Terpuruk Ancaman Resesi Regulasi dan Cukai Membebani

Industri rokok elektronik atau vape di Indonesia diprediksi akan mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama yang saling berkaitan dan mempengaruhi pasar. Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto, mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi industri ini.

Penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor penghambat utama pertumbuhan industri vape. Kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan membuat konsumen lebih berhati-hati dalam pengeluaran, termasuk untuk produk-produk non-esensial seperti vape. Selain itu, maraknya rokok ilegal juga turut menekan penjualan produk vape legal.

“Perlambatan tersebut kami lihat karena menurunnya daya beli masyarakat serta fenomena rokok ilegal yang semakin marak,” ujar Budiyanto.

Meskipun pemerintah tidak menaikkan cukai rokok elektronik pada tahun 2025, kebijakan Harga Jual Eceran (HJE) minimum yang lebih tinggi tetap berdampak negatif. Kebijakan ini dinilai membebani konsumen legal dan mengurangi daya saing produk vape dalam negeri.

“Kami mengapresiasi keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai pada tahun 2025, tetapi dengan HJE minimum yang lebih tinggi tetap akan berdampak ke konsumen legal,” tambah Budiyanto.

APVI menyoroti bahwa mayoritas pelaku usaha vape adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kebijakan fiskal yang terlalu menekan berpotensi besar menghambat pertumbuhan dan daya saing UMKM vape, bahkan mengancam peluang ekspor. Hal ini senada dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Perkumpulan Produsen Eliquid Indonesia (PPEI), Agung Subroto, yang juga memprediksi penurunan kinerja industri vape.

Kenaikan HJE dan cukai dalam beberapa tahun terakhir telah berdampak signifikan pada industri vape di Indonesia. Banyak produsen, terutama UMKM, terpaksa gulung tikar karena tidak mampu lagi bersaing. Agung Subroto dari PPEI menjelaskan dampak kebijakan tersebut terhadap para anggotanya.

“Sehingga dengan adanya kenaikan tarif cukai 3 tahun terakhir, 2 kali kenaikan beruntun *multi years* 19,5 persen per tahunnya ini membuat anggota kami yang tadinya ada 300 produsen lebih hanya menyisakan 170. Artinya ada hampir separuh dari anggota kami yang tidak sanggup membeli pita cukai untuk kemudian memproduksi liquid,” ungkap Agung.

Perlu adanya kajian mendalam dan strategi pemerintah yang lebih terukur untuk mendukung perkembangan industri vape di Indonesia. Kebijakan yang seimbang antara penerimaan negara dan keberlangsungan usaha UMKM perlu dipertimbangkan agar tidak mematikan industri dan justru mendorong pertumbuhan pasar gelap. Selain itu, perlu juga strategi untuk menekan peredaran rokok ilegal yang semakin marak. Hal ini penting agar industri vape dalam negeri dapat tumbuh secara berkelanjutan dan bersaing secara sehat.

Lebih lanjut, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan cukai dan HJE terhadap tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini. Ribuan UMKM dan pekerja terdampak langsung dengan penurunan jumlah produsen. Oleh karena itu, solusi yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek sosial-ekonomi sangatlah krusial.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI