Pilkada Malaka 2020 menyaksikan kemenangan fenomenal pasangan Simon Nahak-Kim Taolin (SNKT) atas petahana Stefanus Bria Seran-Wandelinus Taolin (SBSWT). Kemenangan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat SNKT hanya didukung tiga partai dengan lima kursi di DPRD Kabupaten Malaka, sementara SBSWT menguasai mayoritas kursi. Keberhasilan SNKT seolah ibarat gerobak yang mengalahkan tronton.
Satu tahun pertama pemerintahan SNKT berjalan relatif harmonis. Kerja sama antara bupati dan wakil bupati tampak solid, termasuk dalam kegiatan sosial dan budaya yang melibatkan istri mereka. Keakraban ini mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat Malaka. Namun, kedamaian itu sirna di tahun kedua.
Konflik SNKT bermula dari pencopotan camat Io Kufeu, yang merupakan keluarga dekat Kim Taolin, dan pengangkatan sepupu Kim Taolin sebagai penggantinya. Keputusan ini, menurut Kim Taolin, memicu perselisihan keluarga akibat kepentingan politik yang egois. Konflik ini ternyata sudah membara jauh sebelumnya.
Istri Kim Taolin, Ceicilia Bere Buti, mengungkapkan ketidaklibabannya dalam rapat-rapat, terutama yang membahas anggaran. Ia bahkan mengaku pernah mendapatkan uang perjalanan dinas yang sangat minim, hanya Rp500.000, bahkan lebih sedikit dari sopirnya.
“Punya saya 500 ribu dan supir bahkan lebih besar dari saya. Uang itu diantar oleh anggota Dekranasda ke rumah Tubaki. Saya tolak dan suruh antar pulang,” cerita Ceicilia.
Peristiwa ini menjadi titik balik. Simon Nahak mengambil alih sebagian besar kegiatan pemerintahan, termasuk yang seharusnya menjadi tanggung jawab Kim Taolin. Janji politik yang diberikan kepada Kim Taolin pun tak terpenuhi. Kehilangan kekuasaan dan wibawa, Kim Taolin lebih sering terjun ke masyarakat.
Konflik ini berlanjut hingga Pilkada Malaka 2024. SNKT pun berpisah dan maju sebagai calon bupati dan wakil bupati dari jalur berbeda. Simon Nahak berpasangan dengan Felix Bere Nahak, sementara Kim Taolin berpasangan dengan Eduardus Bere Atok.
Perselisihan keduanya menjadi santapan empuk bagi lawan politik. Kubu Simon Nahak menuduh Kim Taolin jarang berkantor, sementara kubu Kim Taolin membalas dengan berbagai tudingan. Situasi ini dimanfaatkan oleh Stefanus Bria Seran (SBS) dan pasangannya Henri Melki Simu (HMS), yang akhirnya memenangkan Pilkada 2024.
Ironisnya, pasca kekalahan, Simon Nahak dan Kim Taolin kembali menunjukkan keakraban di depan publik. Mereka kompak dalam meninjau dan meresmikan kantor bupati Malaka pada Januari 2025. Keduanya duduk berdampingan, begitu pula istri mereka.
Dalam acara peresmian tersebut, Kim Taolin bahkan diberi kesempatan menyampaikan sambutan.
“Saya baru diberikan kesempatan diujung masa jabatan SNKT. Oleh karena itu saya ucapkan terima kasih banyak,” ucap Kim Taolin.
Puncak kemesraan ditunjukkan saat mereka bertiga, bersama Deken Malaka P. Hironimus, menyanyikan lagu bersama. Namun, kemesraan dadakan ini justru menuai cibiran dari mantan pendukung SNKT.
“Kenapa dari dulu tidak kompak begini? Sudah kalah baru kompak. Terlambat karena orang lain sudah menang dan kita menangis. Kalau saja tidak konflik pasti saja lanjut 2 periode,” ungkap beberapa mantan tim SNKT yang kini bergabung dengan SBS HMS.
Berbagai spekulasi bermunculan, mulai dari kemungkinan rekonsiliasi SNKT di Pilkada 2029 hingga tuduhan pura-pura damai. Namun, terlepas dari spekulasi tersebut, pengalaman SNKT menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan dan kerja sama dalam pemerintahan. Apakah mereka benar-benar sudah berdamai? Mungkin hanya waktu yang akan menjawabnya.