Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan, Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman, secara tegas membantah isu rencana penetapan darurat militer di Indonesia. Beliau menekankan bahwa proses tersebut sangat kompleks dan tidak mungkin dilakukan secara tiba-tiba.
Dudung menjelaskan, penerapan darurat militer memerlukan tahapan yang panjang dan terukur. Hal ini bukan keputusan yang bisa diambil secara instan. Pengalaman di Aceh, misalnya, menunjukkan urutan yang harus dilalui: tertib sipil, darurat sipil, baru kemudian darurat militer.
“Sampai sekarang saya belum dengar (rencana darurat militer). Tentunya apabila melaksanakan darurat militer tuh tahapannya panjang,” ujar Dudung kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Ia menambahkan bahwa pertimbangan skala prioritas sangat penting sebelum memutuskan penerapan darurat militer. Keputusan tersebut tidak bisa diambil secara sembarangan.
“Kalau langsung darurat militer, ada skala prioritas yang harus dipertimbangkan,” katanya.
Lebih lanjut, Dudung menegaskan bahwa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mutlak diperlukan dalam penetapan darurat militer. Tidak ada jalan lain untuk melewati proses ini.
“Apabila itu pun dicanangkan, pasti harus sesuai dengan keputusan DPR,” tegasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini juga menjelaskan peran TNI dalam pengamanan sejumlah aksi demonstrasi. Kehadiran TNI semata-mata untuk membantu Kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban, bukan sebagai langkah menuju darurat militer.
Dudung memastikan bahwa kehadiran TNI dalam kegiatan pengamanan tersebut tidak berkaitan dengan rencana penerapan darurat militer. TNI hanya menjalankan tugas membantu Polri.
Dudung menambahkan, “Kehadiran TNI di sejumlah lokasi aksi saat ini adalah untuk membantu Polri dalam pengamanan, bukan sebagai langkah menuju darurat militer.”