Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar praktik dugaan korupsi yang merajalela di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 9 hingga 10 Desember 2025 ini berujung pada penetapan lima orang sebagai tersangka, termasuk Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030, Ardito Wijaya (AW).
Kasus ini mengungkap lima fakta krusial terkait aliran dana haram dan peran para tersangka. KPK menduga adanya praktik suap dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) serta penerimaan gratifikasi yang melibatkan pejabat daerah hingga pihak swasta.
Lima Orang Ditetapkan sebagai Tersangka
Dalam operasi penindakan yang gencar ini, KPK menetapkan lima individu sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Kelima tersangka tersebut adalah:
- Ardito Wijaya (AW), Bupati Lampung Tengah.
- Riki Hendra Saputra (RHS), anggota DPRD Lampung Tengah.
- Anton Wibowo (ANW), Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung Tengah.
- Ranu Hari Prasetyo (RNP), adik kandung Bupati Lampung Tengah.
- Mohammad Lukman Sjamsuri (MLS), pihak swasta yang menjabat sebagai Direktur PT EM.
Kelima tersangka ini langsung menjalani penahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 10 hingga 29 Desember 2025. Penahanan dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut.
Pelaksana Harian Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, merinci lokasi penahanan para tersangka. “Tersangka RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK, sementara tersangka AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” jelasnya di Gedung Merah Putih KPK.
Modus Operandi: Pemungutan Fee Proyek Hingga 20 Persen
Terungkap dalam konstruksi perkara, Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya (AW), diduga kuat mematok besaran fee yang fantastis, yakni berkisar antara 15 hingga 20 persen dari total nilai setiap proyek pengadaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.
Diduga kuat, AW tidak beraksi sendirian. Bersama Riki Hendra Saputra (RHS) selaku anggota DPRD Lampung Tengah, AW diduga berperan aktif dalam mengatur dan mengondisikan pemenang lelang pada sejumlah proyek di berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). KPK menduga, proyek-proyek tersebut sengaja diarahkan untuk dimenangkan oleh perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga Bupati maupun tim pemenangan saat pemilihan kepala daerah.
“AW diduga mematok fee sebesar 15-20% dari sejumlah proyek di Kabupaten Lampung Tengah,” ungkap Mungki Hadipratikto, menggarisbawahi modus operandi yang digunakan para tersangka.
Aliran Dana Capai Rp5,75 Miliar
Penyelidikan mendalam oleh KPK mengungkap aliran dana yang cukup menggiurkan yang diduga diterima oleh Bupati Ardito Wijaya (AW). Selama periode Februari hingga November 2025, AW diduga telah menerima aliran dana senilai Rp5,25 miliar. Dana tersebut diperoleh dari sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa, yang disalurkan melalui perantara Riki Hendra Saputra (RHS) dan Ranu Hari Prasetyo (RNP).
Tidak hanya itu, dalam kasus proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan Lampung Tengah, AW juga diduga meminta Anton Wibowo (ANW) untuk mengondisikan pemenang tender. Tujuannya agar proyek tersebut dimenangkan oleh PT EM. Dari tiga paket proyek alkes yang memiliki total nilai Rp3,15 miliar, AW diduga kembali menerima tambahan fee sebesar Rp500 juta. Dana ini diterimanya melalui perantara MLS dan ANW.
Jika dijumlahkan, total uang yang diduga diterima oleh Bupati AW dari praktik korupsi ini mencapai angka sekitar Rp5,75 miliar.
Dana Diduga untuk Operasional dan Lunasi Utang Kampanye
Uang hasil dugaan korupsi yang berhasil dihimpun oleh Bupati Ardito Wijaya (AW) diduga memiliki dua peruntukan utama. Sebesar Rp500 juta dialokasikan untuk dana operasional Bupati.
Sementara itu, porsi terbesar, yaitu Rp5,25 miliar, diduga digunakan untuk melunasi pinjaman yang timbul akibat kebutuhan dana kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024. KPK juga berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp193 juta dan logam mulia seberat 850 gram dari operasi tangkap tangan tersebut.
“Uang tersebut diduga digunakan untuk dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta dan pelunasan pinjaman kebutuhan kampanye pada tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” papar Mungki Hadipratikto.
Ancaman Hukuman Berat Korupsi
Atas dugaan perbuatan yang telah mereka lakukan, para tersangka kini berhadapan dengan jerat hukum yang serius. Bupati Ardito Wijaya (AW), Anton Wibowo (ANW), Riki Hendra Saputra (RHS), dan Ranu Hari Prasetyo (RNP) selaku pihak penerima disangkakan melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal-pasal yang disangkakan kepada mereka meliputi Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Tipikor, yang juga diperkuat dengan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman pidana penjara yang berat menanti mereka jika terbukti bersalah.
Sementara itu, Mohammad Lukman Sjamsuri (MLS) sebagai pihak pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor.
KPK menegaskan bahwa penindakan hukum ini merupakan bagian dari komitmen lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi di Indonesia. KPK juga berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) guna memperkuat sistem pencegahan korupsi di seluruh lini pemerintahan daerah, termasuk di Kabupaten Lampung Tengah.