Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan publik, tak hanya terkait harga gas LPG 3 kilogram (Kg), tetapi juga mengenai pembangunan kilang minyak oleh Pertamina. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada September 2025, Purbaya melontarkan kritik pedas terhadap Pertamina, menuding perusahaan pelat merah itu “malas-malasan” membangun kilang minyak baru.
Pernyataan tersebut memicu respons cepat dari Pertamina, yang mengklaim tengah gencar membangun kilang minyak. Perdebatan ini mencerminkan kompleksitas isu energi nasional dan tantangan dalam mencapai kemandirian energi.
Pertamina, melalui Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis, Agung Wicaksono, merespons pernyataan Menkeu dengan menyatakan bahwa proyek pembangunan kilang minyak Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan sudah hampir selesai.
Agung menjelaskan bahwa pembangunan kilang di Balikpapan sudah mencapai 96 persen dan akan segera rampung. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak Pertamina secara signifikan.
“Kilang di Balikpapan sedang dibangun, akan segera selesai,” ujar Agung kepada wartawan pada Oktober 2025.
Dengan adanya kilang baru ini, produksi minyak Pertamina diproyeksikan meningkat dari 260 ribu barel per hari menjadi 360 ribu barel per hari. Agung menyebutkan bahwa kilang baru tersebut kemungkinan akan mulai beroperasi pada tahun yang sama.
Agung juga menekankan bahwa bisnis kilang minyak membutuhkan investasi besar dan menghadapi risiko tinggi. Ia juga menyoroti efisiensi biaya dalam bisnis kilang global yang semakin kompetitif, sehingga berpotensi menyebabkan kilang yang tidak kompetitif gulung tikar.
“Pertamina menjalankan dorongan dari pemerintah dengan hati-hati,” imbuhnya.
Menanggapi pernyataan Menkeu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh. Ia menegaskan bahwa tugas kementeriannya adalah melakukan pengawasan.
“Saya tidak mau mengomentari pernyataan orang lain, silakan ditanyakan kepada orang yang mengomentari,” ucap Bahlil.
Bahlil menambahkan bahwa tugasnya adalah memastikan pengawasan dan kolaborasi dengan Pertamina untuk mempercepat penyelesaian proyek kilang yang sedang berjalan.
Menkeu Purbaya sebelumnya mengkritik kenaikan subsidi energi dari pemerintah yang terus meningkat, serta impor BBM yang mencapai puluhan miliar dolar setiap tahunnya. Ia juga menyoroti bahwa Indonesia belum pernah membangun kilang minyak baru sejak krisis 1998.
Purbaya meminta anggota DPR untuk meminta pertanggungjawaban Pertamina terkait pembangunan kilang minyak. Ia juga menyinggung janji Pertamina untuk membangun tujuh kilang baru dalam lima tahun, yang hingga kini belum terealisasi.
“Kita pernah bangun kilang baru nggak? Enggak pernah. Sejak krisis (1998) sampai sekarang nggak pernah bangun kilang baru,” kata Purbaya di hadapan anggota DPR pada raker September 2025.
Purbaya juga meminta DPR untuk ikut mengontrol Pertamina agar tidak terus-menerus melakukan impor yang merugikan negara. Ia menegaskan bahwa masalahnya bukan pada kemampuan membangun kilang, melainkan pada “kemalasan” Pertamina.
“Jadi, nanti bapak ibu kalau bertemu Danantara lagi, minta Pertamina bangun kilang baru. Saya pernah tekan mereka tahun 2018 untuk bangun kilang, mereka janji bangun 7 kilang baru dalam waktu 5 tahun, sampai sekarang kan nggak ada satu pun,” tegasnya.
Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan bahwa ia pernah menawarkan investor dari China kepada Pertamina dengan skema 30 tahun, yang kemudian kilang akan menjadi milik Pertamina secara gratis. Namun, tawaran itu ditolak oleh Pertamina.
“Pertamina bilang ‘Kami keberatan dengan usul tersebut karena kami sudah overcapacity,’ waktu itu saya kaget overcapacity apa? Rencana 7 kilang baru, tapi satu pun nggak jadi kan? Sampai sekarang nggak jadi, yang ada beberapa malah dibakar, kan?” tandasnya.