Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu janji kampanye Presiden Prabowo di awal masa pemerintahannya, kini tengah menjadi sorotan. Usai munculnya sejumlah persoalan, termasuk kasus keracunan massal yang dialami ribuan siswa, evaluasi menyeluruh terhadap program ini dinilai sangat penting. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengemukakan sejumlah usulan untuk perbaikan.
Said Abdullah menilai bahwa evaluasi terhadap MBG sangat penting, mengingat adanya insiden keracunan massal yang menimpa sekitar 5.620 siswa di berbagai daerah. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sejumlah makanan MBG terkontaminasi bakteri akibat pengolahan yang tidak higienis, serta penggunaan bahan pangan yang tidak lagi segar. Menanggapi hal tersebut, ia mengusulkan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan kualitas dan keamanan program.
Said mengusulkan agar kantin sekolah direhabilitasi dan dialihfungsikan menjadi dapur MBG. Konsep ini bertujuan agar dapur hanya melayani kebutuhan gizi siswa di sekolah masing-masing, bukan ribuan porsi lintas wilayah. Politisi PDI Perjuangan ini meyakini, langkah ini bisa meringankan beban Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang selama ini menyiapkan hingga 3.000 porsi per hari. Selain itu, aspek higienitas dan sanitasi juga akan lebih mudah diawasi jika dapur dikelola langsung di sekolah.
“Bebannya terlalu berat kalau 3.000 (porsi). Diselesaikan saja 1.000 porsi atau pemerintah mengambil posisi ekstrem, langsung dapur MBG di sekolah-sekolah,” ujar Said di Kompleks Parlemen pada Senin (29/9/2025).
Ia menambahkan, jika dapur dikelola di masing-masing sekolah, aspek higienitas dan sanitasi akan lebih mudah diawasi. Hal ini menjadi krusial untuk mencegah terulangnya insiden keracunan.
“Sehingga kantin sekolah direhab, diperbaiki, kemudian bagaimana dicek sanitasinya, dan cakupannya hanya di sekolah itu saja. Itu akan lebih luar biasa,” jelasnya.
Said juga menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap anggaran, mekanisme, dan keterlibatan tenaga ahli gizi dalam program MBG. Ia menekankan bahwa tidak hanya anggaran yang perlu dievaluasi, tetapi juga mekanisme pelaksanaannya.
“Muncul isu bagaimana tentang anggarannya, saya berpendapat kalau memang harus dievaluasi secara menyeluruh silakan evaluasi,” tutur Said.
Selain itu, kapasitas penyimpanan bahan makanan juga menjadi perhatian. Menurutnya, SPPG dinilai tidak akan mampu menjamin kualitas makanan tanpa fasilitas penyimpanan yang memadai, mengingat jumlah produksi yang mencapai ribuan porsi per hari.
“Tidak hanya anggaran, tapi mekanismenya, juga pada expert yang menangani soal gizi,” lanjutnya.
“Barangkali itu akan mengurangi juga, karena kalau 3.000 itu, saya tidak yakin kalau SPPG tidak punya cool storage, penyimpanan dan sebagainya, tiba-tiba dia belanja harian, walah, tidak akan punya kemampuan,” pungkasnya.
Program MBG sendiri bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia melalui pemberian makanan bergizi secara rutin di sekolah. Namun, pelaksanaannya masih menemui tantangan, mulai dari kesiapan infrastruktur, kualitas bahan pangan, hingga kapasitas lembaga pelaksana. Pemerintah, hingga kini, masih melakukan evaluasi dan perbaikan pascainsiden keracunan. Usulan rehabilitasi kantin sekolah untuk dijadikan dapur MBG diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang agar program berjalan lebih aman, efisien, dan tepat sasaran.