Soal Swasembada Pangan: Rakyat Muak Janji, Bukti Nyata Lebih Dibutuhkan Sekarang

Soal Swasembada Pangan Rakyat Muak Janji Bukti Nyata Lebih Dibutuhkan Sekarang

Pemerintah diminta untuk membuktikan komitmennya dalam mewujudkan swasembada pangan dalam waktu dekat. Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, memberikan sejumlah catatan penting terkait target yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Ia menekankan bahwa pencapaian swasembada pangan haruslah konkret dan berkelanjutan, bukan hanya sekadar target angka di atas kertas.

Daniel Johan menyoroti pentingnya membangun fondasi ekosistem pertanian yang kuat. Menurutnya, keberhasilan sektor pertanian tidak hanya diukur dari hasil panen, tetapi juga dari kemampuan sistem pertanian menopang ketahanan pangan dalam jangka panjang. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan Menteri Pertanian yang menargetkan swasembada pangan dalam 2-3 bulan ke depan, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.

Tantangan Swasembada Pangan: Lebih dari Sekadar Target Produksi

Daniel Johan mengapresiasi peningkatan produksi beras nasional yang mencapai 33 juta ton. Namun, ia mengingatkan akan sejumlah tantangan yang masih dihadapi petani.

Biaya Produksi yang Tinggi

Salah satu tantangan utama adalah tingginya biaya produksi. Daniel menyoroti harga pupuk, benih unggul, dan solar subsidi yang tidak merata. Kenaikan harga pupuk non-subsidi juga menjadi perhatian serius karena dapat menggerus keuntungan petani.

“Banyak daerah pertanian yang masih kesulitan mendapatkan pupuk subsidi tepat waktu, sementara harga eceran pupuk non-subsidi naik signifikan. Jadi biaya produksi yang tidak efisiensi penting untuk diatasi karena bila tidak akan menggerus daya saing produksi petani kita,” ungkap Daniel.

Ketergantungan pada Impor

Daniel juga menyoroti ketergantungan sektor pertanian pada impor bahan baku. Ia menekankan bahwa kemandirian pangan tidak dapat dicapai jika rantai pasok produksi masih bergantung pada impor pupuk, pestisida, dan alat pertanian.

“Nah Pemerintah, harus menyiapkan strategi substitusi impor dan memperkuat industri hulu pertanian dalam negeri agar ketahanan pangan benar-benar berdiri di atas kaki sendiri,” jelas Daniel.

Perubahan Iklim dan Adaptasi Pertanian

Perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi stabilitas produksi pangan. Daniel mengingatkan pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim, seperti pembangunan embung, irigasi presisi, serta pengembangan varietas benih yang tahan terhadap kekeringan dan banjir.

“Target swasembada tidak akan tercapai tanpa adaptasi iklim di sektor pertanian. Misalnya, pembangunan embung, irigasi presisi, serta varietas benih tahan kekeringan dan banjir,” sebutnya.

Investasi dalam Sistem Pertanian

Daniel juga menyoroti pentingnya investasi dalam sistem irigasi dan konservasi lahan. Ia menilai pemerintah sering kali hanya fokus pada sisi produksi tanpa memperhatikan investasi pada infrastruktur pertanian yang penting.

Keberlanjutan Generasi Petani

Selain tantangan di atas, Daniel menyoroti isu keberlanjutan generasi petani. Ia mengungkapkan bahwa lebih dari 60% petani Indonesia berusia di atas 45 tahun, sementara minat generasi muda untuk terjun ke pertanian terus menurun.

Daniel Johan mengingatkan bahwa swasembada pangan bukan hanya soal hasil panen saat ini, tetapi juga tentang keberlanjutan generasi petani. Jika tidak ada insentif dan akses tanah yang memadai bagi petani muda, maka krisis tenaga kerja pertanian bisa terjadi dalam 10-15 tahun mendatang.

“Jika negara tidak serius menyediakan insentif dan akses tanah bagi petani muda, maka dalam 10–15 tahun ke depan kita bisa menghadapi krisis tenaga kerja pertanian,” pungkas Daniel.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI