Puan Maharani Bongkar Strategi DPR: RUU Perampasan Aset Rawan Jebakan Hukum?

Puan Maharani Bongkar Strategi DPR RUU Perampasan Aset Rawan Jebakan Hukum

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih berhati-hati dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Pembahasan yang belum dimulai ini disebabkan oleh keinginan untuk menghimpun masukan dari berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dengan aturan hukum lain, terutama dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang juga sedang dalam proses.

Pentingnya kehati-hatian ini ditegaskan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Beliau menekankan bahwa partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) sangat krusial dalam setiap proses penyusunan undang-undang. Dengan demikian, setiap produk legislasi yang dihasilkan memiliki landasan yang kuat dan transparan, serta menghindari potensi masalah hukum di kemudian hari.

Tahapan Pembahasan RUU Perampasan Aset

Masukan dan Konsultasi Publik

DPR masih dalam tahap menerima masukan dari berbagai pihak, yang telah berlangsung sejak sidang sebelumnya. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk menyerap aspirasi dan pandangan dari masyarakat luas.

Menghindari Tumpang Tindih Hukum

Puan Maharani juga menjelaskan bahwa DPR berupaya agar RUU ini tidak tumpang tindih dengan undang-undang lain. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepastian hukum dan menghindari kebingungan dalam implementasi.

RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan, menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026. Langkah ini diambil sebagai antisipasi jika pembahasan tidak selesai pada tahun berjalan.

Kelanjutan Pembahasan di Tahun Berikutnya

Jika pembahasan RUU Perampasan Aset tidak selesai pada tahun 2025, maka akan dilanjutkan pada tahun 2026. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk terus mengupayakan penyelesaian RUU ini.

Harapan Percepatan Penyelesaian

Sturman berharap kerja sama yang solid antara DPR dan pemerintah dapat mempercepat penyelesaian RUU ini. Kolaborasi yang baik diharapkan dapat menghasilkan produk hukum yang berkualitas.

Perbedaan Istilah: Perampasan Aset vs. Pemulihan Aset

Meskipun RUU ini telah masuk dalam Prolegnas, terdapat beberapa pandangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah terkait dengan istilah “perampasan aset” itu sendiri.

Pandangan Pakar Hukum

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, mengemukakan bahwa istilah yang lebih umum digunakan dalam sistem hukum internasional adalah “asset recovery” atau pemulihan aset, bukan “asset confiscation” atau perampasan aset.

Eddy Hiariej, dalam rapat Baleg DPR, pada 18 September 2025, mengatakan:

“Istilah perampasan aset itu sebenarnya hanya bagian kecil dari pemulihan aset.”

Potensi Tafsir Ganda

Penggunaan istilah yang kurang tepat dapat menimbulkan tafsir ganda dan berdampak pada implementasi hukum di lapangan. Oleh karena itu, kejelasan terminologi dan batasan hukum menjadi sangat penting.

Dengan berbagai pandangan tersebut, DPR menegaskan akan terus membuka ruang dialog publik agar RUU Perampasan Aset disusun secara hati-hati, komprehensif, dan tidak menimbulkan multitafsir dalam penegakan hukum.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI