Presiden Prabowo Subianto telah meminta Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) untuk menyumbangkan pemasukan senilai Rp 808 triliun ke negara. Tujuannya adalah untuk mewujudkan APBN tanpa defisit pada tahun-tahun mendatang. Target ambisius ini menuntut kinerja optimal dari Danantara.
CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, merespon permintaan Presiden Prabowo dengan menyatakan kesiapannya untuk berupaya maksimal. Dia menekankan bahwa upaya ini akan didasarkan pada investasi, aset, dan ekuitas yang dimiliki Danantara. “Kita kan, apapun itu, kita akan coba melakukan semaksimal mungkin. Dengan investasi yang ada, dengan aset yang ada, dan juga dengan equity kita yang ada. Itu kan menjadi parameter-parameter yang kita gunakan untuk performance kita ke depannya,” ujar Rosan.
Rosan menambahkan bahwa setiap aksi korporasi BUMN yang dilakukan Danantara akan tetap mengacu pada *benchmark* Sovereign Wealth Fund (SWF) negara lain. Hal ini penting untuk memastikan pengelolaan aset negara dilakukan secara transparan dan terukur. “Kita harus selalu siap untuk melaksanakan program-program dari Danantara yang sudah ada,” tambahnya.
Target APBN tanpa defisit ini merupakan bagian dari visi jangka panjang Presiden Prabowo. Ia berharap APBN dapat dirancang tanpa defisit pada tahun 2027 atau 2028, berbeda dengan praktik sebelumnya di mana defisit APBN dirancang di bawah 3 persen.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Presiden Prabowo menetapkan target kontribusi Danantara senilai USD 50 miliar atau setara Rp 808 triliun (dengan kurs Rp 16.162 per dolar AS). Angka ini didasarkan pada perhitungan *Return on Asset* (ROA) yang baik, yaitu sekitar 12 persen. Meskipun demikian, dengan asumsi ROA 5 persen dari total aset BUMN senilai USD 1.000 miliar, angka tersebut tetap dapat dicapai.
Berikut pernyataan Presiden Prabowo dalam Pidato Nota Keuangan di Senayan, Jakarta: “Saudara-saudara sekalian, aset yang dimiliki bangsa Indonesia, yang berada di BUMN-BUMN kita, asetnya adalah senilai lebih dari USD 1.000 miliar. Harusnya BUMN itu menyumbang kepada kita minimal USD 50 miliar. Kalau USD 50 miliar (disumbang Danantara ke Negara), APBN kita tidak defisit.”
Selain target kontribusi finansial, Presiden Prabowo juga menginstruksikan Danantara untuk melakukan pembenahan di tubuh BUMN. Salah satu fokusnya adalah pengurangan jumlah komisaris BUMN yang dianggap terlalu banyak. Presiden Prabowo menginginkan jumlah ideal komisaris BUMN tidak lebih dari 5 orang.
Berikut pernyataan Presiden Prabowo terkait pembenahan BUMN: “Saya memberi tugas kepada Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia untuk membereskan BUMN-BUMN kita. Tadinya pengelolaannya secara tidak masuk akal, perusahaan rugi komisarisnya banyak banget, saya potong setengah komisarisnya paling banyak 6 orang, kalau bisa cukup 4 atau 5.”
Permintaan Presiden Prabowo kepada Danantara ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN, serta mendorong pengelolaan keuangan negara yang lebih sehat dan transparan. Keberhasilan Danantara dalam menjalankan tugas ini akan sangat menentukan terwujudnya APBN tanpa defisit di masa mendatang. Tentunya, realisasi target tersebut membutuhkan strategi pengelolaan investasi yang cermat, transparansi yang tinggi, dan pengawasan yang ketat. Implementasi kebijakan ini juga perlu mempertimbangkan potensi risiko dan tantangan yang mungkin dihadapi.