Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana yang diduga menjadi penyebab bencana banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah Sumatera. Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah, menyampaikan temuan ini setelah menganalisis laporan hasil pemetaan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah terdampak.
“Ini sudah ada satu yang ditangani oleh Bareskrim Polri atas nama perusahaan PT TBS,” ungkap Febrie pada Senin, 15 Desember 2025.
Satgas PKH telah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Upaya ini bertujuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas bencana yang terjadi.
“Kita sudah memetakan perusahaan-perusahaan mana saja yang menjadi penyebab bencana ini,” tegas Febrie.
Pemetaan Ungkap Dugaan Perbuatan Pidana
Hasil pemetaan yang dilakukan oleh Satgas PKH menunjukkan adanya berbagai bentuk perbuatan yang terindikasi kuat mengandung unsur pidana. Dugaan ini muncul berdasarkan analisis aktivitas perusahaan di kawasan hutan dan daerah aliran sungai.
“Jadi, ada beberapa jenis perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut yang memang terindikasi kuat bahwa ini adalah proses pidana,” jelas Febrie.
Sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie menegaskan bahwa langkah Satgas PKH tidak berhenti pada tahap pemetaan. Identifikasi lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan siapa saja yang harus bertanggung jawab secara hukum.
“Satgas PKH sudah melakukan langkah-langkah identifikasi perbuatan pidana dan selanjutnya akan memastikan siapa yang bertanggung jawab secara pidana atas bencana yang terjadi,” katanya.
Febrie menambahkan bahwa Satgas PKH telah mengantongi identitas perusahaan, lokasi kegiatan mereka, serta dugaan perbuatan pidana yang dilakukan. Informasi ini menjadi dasar untuk proses hukum selanjutnya.
“Kita sudah mapping perusahaan-perusahaan mana saja penyebab bencana ini, sudah diketahui identitas, sudah diketahui lokasi, dan sudah diketahui kira-kira perbuatan pidana seperti apa yang terjadi,” ujarnya.
Korporasi Terancam Sanksi Pidana dan Evaluasi Izin
Febrie menegaskan bahwa penegakan hukum akan menyasar tidak hanya individu, tetapi juga korporasi sebagai subjek hukum. Perusahaan yang terbukti bersalah akan menghadapi konsekuensi hukum yang serius.
“Tidak saja perorangan, korporasi pun akan dikenai pertanggungjawaban pidana,” tegasnya.
Selain sanksi pidana, pemerintah juga menyiapkan sanksi administratif terhadap perusahaan yang terbukti melanggar aturan. Salah satu sanksi administratif yang mungkin diberikan adalah evaluasi perizinan.
“Akan dikenakan sanksi administratif berupa evaluasi perizinan kepada korporasi yang terindikasi menjadi subjek hukum penanggung jawab pidana,” kata Febrie.
Satgas PKH juga akan melakukan penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Pihak yang bertanggung jawab akan dibebankan kewajiban untuk melakukan pemulihan terhadap kerusakan tersebut.
Kerusakan Hutan Dinilai Mengkhawatirkan
Dalam pemaparannya, Febrie menyoroti kondisi kerusakan hutan yang dinilai sudah sangat parah. Salah satu contoh yang disoroti adalah kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.
Febrie mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi Taman Nasional Tesso Nilo.
“Kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo seluas 81.000 hektare kini tinggal 12.000 hektare, bahkan hutan primernya hanya tersisa 6.500 hektare,” ungkapnya.
Untuk wilayah Sumatera secara keseluruhan, Satgas PKH telah mengidentifikasi sejumlah perusahaan yang diduga terlibat langsung dalam kerusakan kawasan hutan dan daerah aliran sungai (DAS).
“Untuk Aceh ada sembilan perusahaan, Sumatera Utara delapan perusahaan, dan Sumatera Barat diperkirakan ada 14 subjek hukum,” pungkas Febrie.