Pengosongan Graha Pers Indramayu: PWI Jabar Desak Pemkab Kajian Ulang

Mais Nurdin

Selasa, 22 Juli 2025

4
Min Read

On This Post

Pengusiran wartawan dari Gedung Graha Pers di Indramayu, Jawa Barat, menimbulkan kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak. Pemkab Indramayu mengeluarkan surat resmi pengosongan gedung yang telah ditempati awak media selama 40 tahun.

Langkah Pemkab Indramayu ini dinilai sebagai tindakan yang mengancam kebebasan pers dan menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap peran media dalam mengawasi jalannya pemerintahan. PWI Jawa Barat mengecam keras tindakan tersebut, menyebutnya sebagai upaya membungkam suara wartawan.

Kebebasan Pers Terancam di Indramayu

Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini. Beliau menekankan bahwa permasalahan ini bukan hanya tentang gedung, melainkan tentang bagaimana pemerintah memandang peran pers dalam masyarakat. “Ini bukan sekadar soal gedung, ini soal bagaimana pemerintah memperlakukan pers. Kalau wartawan diusir seperti ini, bisa diartikan sebagai upaya membungkam kemerdekaan pers,” ungkap Hilman Hidayat dalam siaran pers, Jumat 18 Juli 2025.

Hilman menambahkan bahwa gedung tersebut memiliki sejarah panjang dan telah menjadi tempat berkantor bagi para wartawan selama empat dekade. Fasilitas tersebut diberikan oleh bupati-bupati sebelumnya sebagai apresiasi atas kontribusi media dalam publikasi kegiatan dan program pemerintah daerah. Pengusiran mendadak ini menimbulkan pertanyaan besar tentang motif di balik keputusan tersebut. “Gedung itu memiliki histori yang panjang… Ini tiba-tiba diusir, ada apa?,” tegas Hilman.

Hilman juga menyoroti kurangnya dialog dan sosialisasi sebelum pengusiran dilakukan. Keputusan tersebut dianggap arogan dan sarat kepentingan. “Saya dengar tidak ada sosialisasi ataupun dialog sebelumnya… Sehingga jelas, untuk apa dan urgensinya apa. Tapi ini tidak dilakukan. Sehingga terkesan arogan dan terkesan syarat kepentingan.,” tambahnya.

Motif Politik di Balik Pengusiran?

Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jawa Barat, Ahmad Syukri, mencurigai adanya motif politik di balik pengusiran tersebut, mengingat kejadian ini terjadi di tengah konflik internal PWI. “Kita paham soal aset, tapi ini dilakukan ditengah konflik di internal PWI. Kenapa baru sekarang ada perintah pengosongan, kenapa tidak dari dulu. ada motif apa?,” katanya.

Syukri menyinggung surat edaran PWI Jawa Barat Nomor 829/PWI-JB/VI/2025 tanggal 10 Juni 2025 yang meminta kepala daerah untuk bersikap netral selama proses rekonsiliasi PWI. Pengusiran wartawan ini dianggap sebagai tindakan yang tidak mendukung upaya rekonsiliasi dan justru memperkeruh suasana. “Ini mencederai semangat persatuan di tubuh PWI… Seharusnya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan manuver-manuver yang malah memperkeruh suasana,” tegasnya.

Ia menyerukan agar Pemkab Indramayu meninjau ulang keputusannya dan membuka ruang dialog untuk mencari solusi yang lebih bijaksana. “Sebaiknya dibuka ruang dialog terlebih dahulu. Itu lebih elok dan elegan,” tutupnya.

Peran Media sebagai Mitra Strategis

Hilman Hidayat menekankan bahwa wartawan bukanlah beban bagi pemerintah, melainkan mitra strategis. Mereka berperan dalam menyampaikan informasi pembangunan, mengawasi jalannya pemerintahan, dan memberikan kritik konstruktif. “Kehadiran wartawan selama ini bukan beban atau ancaman bagi pemerintah, melainkan mitra strategis… Ini soal cara pemerintah melihat pers,” tegas Hilman.

Sikap Pemkab Indramayu ini dinilai dapat menciptakan preseden buruk bagi kebebasan pers, bukan hanya di Indramayu, tetapi juga di tingkat nasional. Proses pengambilan keputusan yang kurang transparan dan cenderung otoriter perlu dipertanyakan. “Langkah mengusir seperti itu bisa menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indramayu dan nasional,” tandas Hilman.

Hilman juga menambahkan bahwa setiap keputusan publik seharusnya dilakukan dengan musyawarah, bukan dengan mengeluarkan surat pengusiran secara sepihak. Hal ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap profesi jurnalistik. “Setiap keputusan publik harus berbasis musyawarah… Mana penghargaan terhadap profesi wartawan?” tambahnya.

Sejarah Gedung Graha Pers

Gedung Graha Pers di Indramayu memiliki sejarah panjang sebagai pusat kegiatan jurnalistik selama 40 tahun. Keberadaannya memiliki arti penting bagi perkembangan jurnalisme lokal dan hubungan antara pemerintah daerah dan media. Pengusiran ini menyiratkan pemutusan hubungan yang selama ini terjalin baik.

Kejadian ini juga patut dikaji lebih lanjut untuk melihat apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat di balik keputusan pengusiran ini. Apakah ada kepentingan politik atau ekonomi yang melatarbelakangi? Investigasi yang lebih mendalam diperlukan untuk mengungkap kebenaran di balik peristiwa ini.

Tinggalkan komentar

Related Post