Pengerahan TNI di Kejaksaan: Tinjau Ulang Demi Netralitas Hukum dan Keamanan Nasional

Redaksi IndoBrita

Selasa, 13 Mei 2025

3
Min Read

On This Post

Indonesia Police Watch (IPW) menilai pengerahan TNI untuk mengamankan Tinggi dan Negeri di seluruh Indonesia merupakan pelanggaran konstitusi, khususnya UUD 1945 dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri. TNI, menurut aturan tersebut, adalah aparat pertahanan, bukan aparat keamanan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya penyelenggaraan negara.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa tindakan ini mengganggu hubungan antar lembaga negara, pembagian kekuasaan, hukum dasar, dan mekanisme pemerintahan. IPW mendesak Presiden dan DPR untuk membahas serius pelanggaran konstitusi ini.

Pelanggaran Konstitusi dan TAP MPR VII/2000

Surat Telegram Panglima TNI Nomor TR/422/ memerintahkan penyiapan dan pengerahan personel TNI untuk pengamanan Kejaksaan. Surat ini ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) melalui Surat Telegram Nomor ST/1192/, mengarahkan pengerahan 30 personel untuk Kejaksaan Tinggi dan 10 personel untuk Kejaksaan Negeri.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menetapkan Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 menegaskan TNI sebagai alat pertahanan negara.

Lebih lanjut, Sugeng menjelaskan bahwa pengamanan Kejaksaan oleh TNI juga melanggar Pasal 7 ayat (2) UU TNI Nomor 3 Tahun 2025. Pasal ini menjabarkan tugas pokok TNI, yang tidak termasuk pengamanan gedung pemerintahan seperti Kejaksaan.

Tugas Pokok TNI dan Objek Vital Nasional

UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 menjabarkan tugas pokok TNI dalam Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP meliputi berbagai tugas, seperti mengatasi gerakan separatis bersenjata, terorisme, mengamankan perbatasan, dan objek vital nasional strategis.

Kejaksaan bukanlah objek vital nasional strategis. Objek vital nasional yang strategis merujuk pada objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat , dan kepentingan nasional, yang ditentukan oleh pemerintah. Pengamanan Kejaksaan oleh TNI menimbulkan pertanyaan publik tentang situasi keamanan di instansi tersebut.

Transparansi dan Tanggung Jawab

Ketidakjelasan tentang pengerahan TNI untuk mengamankan Kejaksaan menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas. Jaksa Agung perlu menjelaskan situasi ini secara transparan kepada publik.

DPR memiliki tanggung jawab untuk memanggil Jaksa Agung dan menjelaskan situasi yang sebenarnya, selain itu DPR juga memanggil Panglima TNI dan KASAD untuk memberikan klarifikasi terkait pelanggaran konstitusi dan TAP MPR VII/2000. Hal ini penting untuk menjaga supremasi hukum dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.

Perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui motif di balik pengerahan TNI ke Kejaksaan. Apakah ada informasi intelijen yang belum terungkap kepada publik? Apakah ada ancaman nyata terhadap Kejaksaan yang mengharuskan pengerahan TNI? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel.

Kejadian ini menunjukkan pentingnya pemisahan peran TNI dan Polri dalam menjaga keamanan negara. Kejadian ini juga menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum dan akuntabilitas semua lembaga negara. Semua pihak terkait bertanggung jawab atas tindakannya dan mematuhi hukum yang berlaku.

Tinggalkan komentar

Related Post