Penangkapan mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS oleh Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah menimbulkan perhatian luas, bahkan hingga Istana Presiden memberikan komentar. Setelah penangguhan penahanan SSS, ITB menyerukan refleksi bersama bagi seluruh civitas akademika.
Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, N. Nurlaela Arief, menyatakan bahwa kebebasan berekspresi memang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Namun, hak tersebut harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, memahami koridor hukum yang berlaku, dan menghormati hak serta martabat orang lain. ITB berkomitmen untuk menciptakan lingkungan akademik yang sehat dan berkualitas, yang tetap menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berekspresi, termasuk melakukan kajian kritis.
Namun, ITB juga menekankan pentingnya etika, kesopanan, dan rasa tanggung jawab dalam setiap bentuk ekspresi. Peristiwa penangkapan SSS diharapkan menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh sivitas akademika ITB. Universitas akan terus berupaya memfasilitasi ruang diskusi dan ekspresi yang bertanggung jawab.
Tanggapan ITB dan Upaya Pembinaan
Sebagai institusi pendidikan tempat SSS menimba ilmu, ITB menyampaikan rasa terima kasih atas penangguhan penahanan yang diberikan Bareskrim Polri. Penangguhan penahanan SSS, yang mulai berlaku Minggu malam (11/5), difasilitasi oleh berbagai pihak yang memberikan jaminan. ITB menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah membantu, termasuk Presiden Republik Indonesia, Kapolri, Wakil Ketua DPR, Ketua Komisi III DPR, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), tim pengacara, Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), para alumni ITB, serta masyarakat luas.
ITB dan orang tua SSS berkomitmen untuk melanjutkan proses pembinaan agar SSS dapat menyelesaikan studinya di ITB. Pihak universitas akan memberikan dukungan yang diperlukan agar kejadian ini tidak menghambat proses pendidikannya dan menjadi pelajaran berharga bagi masa depannya. Pembinaan ini akan difokuskan pada pemahaman yang lebih baik tentang hukum dan etika bermedia sosial.
Analisis Kasus dan Implikasi Kebebasan Berpendapat
Kasus SSS ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab hukum di era digital. Mahasiswa, sebagai bagian dari masyarakat, memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, namun harus memahami batasan-batasan hukum yang berlaku, terutama terkait UU ITE. Kebebasan berekspresi bukanlah lisensi untuk menyebarkan ujaran kebencian, informasi palsu, atau melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Peristiwa ini juga mendorong diskusi lebih luas tentang literasi digital dan etika bermedia sosial di kalangan mahasiswa. Universitas memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan membina mahasiswa agar mampu menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab. Penting untuk menciptakan kesadaran kolektif akan konsekuensi hukum dan dampak sosial dari setiap unggahan di media sosial.
Ke depan, ITB akan memperkuat program-program literasi digital dan etika bermedia sosial bagi seluruh mahasiswa. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti ahli hukum dan pakar media sosial, akan terus ditingkatkan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada mahasiswa. Tujuannya adalah mencegah kejadian serupa terulang dan menciptakan lingkungan kampus yang kondusif bagi kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab.