Kemenangan Persib Bandung sebagai juara Liga 1 Indonesia 2024-2025 ternoda oleh insiden rasisme yang menimpa dua pemain Malut United asal Papua, Yakob dan Yance Sayuri. Kejadian ini terjadi setelah pertandingan pekan ke-31 Liga 1 antara Malut United dan Persib Bandung di Stadion Kie Raha, Maluku, pada 2 Mei 2025, yang dimenangkan Malut United dengan skor 1-0.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Insiden tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Mayor Arh Dr. Djoko Purwoko, Komisaris Utama FC Malang United dan Staf Teritorial Kodam XVII/Cenderawasih, dengan tegas mengecam tindakan rasisme ini. Ia menekankan bahwa mempertahankan kondusifitas di Papua bukanlah hal mudah, dan ujaran kebencian terhadap warga Papua menimbulkan luka mendalam, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Djoko menyerukan sanksi tegas terhadap Persib Bandung, bukan hanya imbauan moral. Ia mengusulkan pengurangan poin bagi Persib sebagai bentuk tanggung jawab atas perilaku sebagian pendukungnya. Lebih jauh, ia mendesak proses hukum terhadap pelaku rasisme berdasarkan UU ITE dan KUHP tentang diskriminasi rasial.

Tuntutan Sanksi dan Proses Hukum

Seruan Djoko bukan tanpa alasan. Menurutnya, tindakan rasisme ini bukan hanya masalah sepak bola semata, tetapi serangan terhadap nilai-nilai kebhinekaan, kesetaraan, dan kemanusiaan di Indonesia. Ia menganggapnya sebagai kejahatan sosial yang perlu ditindak secara pidana.

Selain sanksi terhadap Persib, Djoko juga mendorong PSSI memperkuat sistem edukasi dan kampanye nasional anti-rasisme dalam sepak bola Indonesia. Hal ini penting mencegah terulangnya kejadian serupa dan menciptakan lingkungan sepak bola yang inklusif.

Dampak Sosial dan Nasionalisme

Pernyataan Djoko yang menyebut “Papua adalah Indonesia. Menghina orang Papua sama saja menghina nilai luhur Pancasila,” menunjukkan betapa seriusnya dampak insiden ini terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Rasisme, menurutnya, tidak boleh ada tempatnya dalam sepak bola, apalagi dalam konteks nasionalisme Indonesia.

Ia berharap momentum ini dapat menjadi titik balik bagi sepak bola Indonesia untuk menunjukkan komitmen terhadap persatuan dan keadilan. PSSI, klub sepak bola, dan diharapkan bersama-sama menciptakan lingkungan sepak bola yang bebas dari rasisme dan diskriminasi.

Langkah Konkret yang Diperlukan

Peningkatan Edukasi dan Kampanye Anti-Rasisme

Pentingnya edukasi dan kampanye anti-rasisme yang masif kepada seluruh stakeholder sepak bola, mulai dari pemain, ofisial, pendukung hingga masyarakat luas tidak dapat diabaikan. Materi edukasi mencakup pemahaman tentang dampak negatif rasisme, serta mengajarkan cara mencegah dan melaporkan tindakan rasisme.

Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan

Penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap pelaku rasisme sangat penting untuk memberikan efek jera dan menunjukkan komitmen dalam melindungi hak asasi manusia. Proses hukum dijalankan secara adil dan profesional, tanpa pandang bulu.

Peran Aktif dari Seluruh Pihak

Peran aktif dari semua pihak, termasuk klub sepak bola, PSSI, , media massa, dan masyarakat sangat penting dalam memberantas rasisme di dunia sepak bola Indonesia. Kerjasama yang solid diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan menghormati keberagaman.

Insiden rasisme ini menjadi pengingat penting akan perlunya komitmen bersama untuk menciptakan sepak bola Indonesia yang sesungguhnya menjadi alat pemersatu bangsa, bukan sarana untuk memperluas perbedaan dan perpecahan.