Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Pemerintah lebih memilih fokus pada proses legislasi di DPR bersama partai politik untuk mempercepat pengesahan RUU tersebut. Keputusan ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pada Jumat, 9 Mei 2025.
Prasetyo menekankan keseriusan Presiden Prabowo terhadap RUU ini, terutama dalam mendukung pemberantasan korupsi. RUU Perampasan Aset dianggap krusial dalam upaya ini, mengingat banyaknya kasus korupsi yang merugikan negara. Keberadaan undang-undang yang kuat terkait perampasan aset akan menjadi senjata ampuh untuk mengembalikan kerugian negara.
Komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi merupakan bagian integral dari delapan program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran, yang dikenal sebagai Asta Cita. Pemberantasan korupsi menjadi fokus utama, dan RUU Perampasan Aset berperan penting dalam merealisasikan komitmen tersebut. Presiden Prabowo sendiri telah secara terbuka menyatakan komitmen ini pada peringatan May Day.
Proses Legislasi dan Peran Lembaga Terkait
Proses legislasi RUU Perampasan Aset melibatkan berbagai lembaga strategis, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Peran PPATK sangat vital karena lembaga ini memiliki data dan teknologi untuk mendeteksi aliran dana mencurigakan yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Data yang dimiliki PPATK akan sangat berguna dalam penyusunan dan pelaksanaan RUU ini.
PPATK akan memberikan analisis dan informasi terkait transaksi mencurigakan yang mungkin berhubungan dengan korupsi. Informasi ini akan membantu penegak hukum dalam menelusuri dan menyita aset hasil tindak pidana. Dengan demikian, peran PPATK diharapkan dapat memperkuat efektivitas RUU Perampasan Aset dalam mengembalikan kerugian negara.
Prioritas Legislasi di DPR
Di sisi legislatif, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan bahwa DPR akan memprioritaskan pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum membahas RUU Perampasan Aset. Proses legislasi harus mengikuti mekanisme dan tahapan yang telah ditetapkan.
Meskipun demikian, komitmen DPR untuk membahas RUU Perampasan Aset tetap ada. Setelah menyelesaikan pembahasan KUHAP, RUU Perampasan Aset akan menjadi prioritas berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa DPR mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sejarah dan Harapan RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset pertama kali diusulkan oleh PPATK pada tahun 2008. RUU ini sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2023 dan diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai RUU usulan pemerintah. Namun, pembahasan resmi baru akan dimulai setelah pembahasan KUHAP selesai.
Dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah dan DPR, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan. Pengesahan RUU ini akan memperkuat upaya penegakan hukum dan pengembalian aset hasil tindak pidana, khususnya korupsi. Keberhasilan pengesahan RUU ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Proses pengesahan RUU ini membutuhkan kerjasama dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Harapannya, RUU ini dapat segera disahkan untuk memberikan efek jera bagi para koruptor dan mengembalikan kerugian negara yang telah diakibatkan oleh tindakan korupsi. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan pemerintahan akan meningkat.