Pada tahun 2021, seorang insinyur elektro melakukan penelitian independen terkait ijazah Presiden Jokowi yang dikeluarkan Fakultas Kehutanan UGM pada 5 November 1985. Penelitian ini dilakukan sebagai respons terhadap isu yang beredar mengenai keaslian ijazah tersebut, yang dipertanyakan oleh beberapa pihak, termasuk Roy Suryo dan Rismon Sianipar.
Insinyur tersebut memulai penyelidikan dengan mencari informasi di Twitter. Ia menemukan beberapa gambar ijazah yang diklaim sebagai milik Presiden Jokowi. Motivasi utamanya adalah mencari kebenaran, bukan untuk mencari kesalahan.
Dalam penelusurannya, insinyur tersebut menemukan dua sampel ijazah dengan nomor berbeda, yaitu nomor 1117 dan 1120. Ia kemudian menganalisis ijazah tersebut bukan dari segi tulisan, melainkan dari aspek blangko yang digunakan.
Analisis Blangko Ijazah
Insinyur ini menjelaskan bahwa keaslian ijazah dapat ditentukan dari blangko yang digunakan. Jika blangkonya palsu, maka ijazah tersebut otomatis palsu. Sebaliknya, jika blangkonya asli tetapi isinya palsu, maka dapat dikategorikan sebagai pemalsuan.
Setelah membandingkan kedua sampel ijazah, ia menemukan perbedaan signifikan pada blangko yang digunakan. Hal ini menunjukkan kemungkinan penggunaan master cetak yang berbeda untuk mencetak kedua ijazah tersebut.
Berbekal pengalamannya di bidang percetakan, insinyur tersebut mampu mendeteksi perbedaan tersebut berdasarkan teknik percetakan. Perbedaan master cetak ini menjadi bukti kuat bahwa ijazah tersebut mungkin dicetak pada waktu dan mesin yang berbeda.
Perbandingan Tiga Sampel Ijazah
Insinyur tersebut kemudian mendapatkan sampel ketiga, sebuah foto ijazah hitam putih bernomor 1115. Dengan menggunakan teknik komparasi visual dan pengamatan detail, ia membandingkan ketiga sampel ijazah tersebut.
Ia meneliti detail-detail kecil seperti logo UGM, ujung dan pangkal kelopak bunga pada logo, serta beberapa titik huruf pada ijazah. Analisis ini mengungkap adanya ketidakkonsistenan antara ketiga sampel ijazah.
Dari analisis tersebut, ia menyimpulkan bahwa ijazah bernomor 1115 identik dengan ijazah bernomor 1117, tetapi berbeda dengan ijazah bernomor 1120. Hal ini kembali menguatkan hipotesis penggunaan master cetak yang berbeda.
Kesimpulan dan Implikasi
Insinyur tersebut menegaskan bahwa analisisnya berfokus pada blangko ijazah, bukan pada isi dokumen. Berbekal pengalamannya di industri percetakan, ia mampu memastikan perbedaan yang signifikan antara ketiga sampel ijazah.
Ia mempertanyakan apakah Fakultas Kehutanan UGM, yang mungkin meluluskan ratusan mahasiswa pada tahun 1985, menggunakan dua master cetak yang berbeda untuk mencetak ijazah. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang standar prosedur pencetakan ijazah di universitas tersebut pada masa itu.
Insinyur tersebut menyatakan kesiapannya untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut kepada pihak berwenang jika diperlukan, dengan tujuan tunggal untuk mengungkap kebenaran.
Penelitian independen ini, meski dilakukan oleh seorang individu, menunjukkan pentingnya analisis forensik dokumen untuk mengungkap keaslian suatu dokumen. Temuan ini juga menyoroti perlunya transparansi dari pihak terkait untuk mengklarifikasi isu yang beredar.
Perlu ditekankan bahwa kesimpulan dari penelitian ini hanya berdasarkan analisis visual dan pengalaman di bidang percetakan. Penelitian lebih lanjut yang komprehensif mungkin diperlukan untuk mendapatkan konklusi yang lebih akurat dan menyeluruh.