Polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat. Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, mengungkapkan sejumlah temuan yang menurutnya menimbulkan pertanyaan. Ia mengarahkan perhatian pada detail registrasi Jokowi di UGM yang ditampilkan dalam jumpa pers Bareskrim Polri.
Rismon mempertanyakan pilihan Jokowi pada formulir registrasi semester 1 tahun 1981/1982. Jokowi memilih “Sarjana Muda” sebagai pilihan kedua, setelah “Diploma”, sebelum “Sarjana” dan “Profesi”. Pertanyaan kunci Rismon: bagaimana Jokowi kemudian memperoleh gelar Ir. (Insinyur) jika ia memilih program Sarjana Muda?
Ia meragukan apakah program Sarjana Muda di Fakultas Kehutanan UGM kala itu memberikan gelar Ir. Hal ini diperkuat oleh temuan lain, yaitu transkrip nilai Jokowi yang menunjukkan total SKS (Satuan Kredit Semester) yang lebih rendah dari standar kelulusan sarjana UGM. Transkrip tersebut, menurut Rismon, menunjukkan total SKS sebesar 122 SKS, sementara standar UGM untuk gelar sarjana adalah 144 SKS.
Analisis Rismon Sianipar terhadap Data Ijazah Jokowi
Rismon mengungkapkan analisisnya melalui unggahan di akun media sosial X dan kanal YouTube Balige Academy. Ia menayangkan tangkapan layar yang diperlihatkan dalam jumpa pers Bareskrim Polri. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas, terutama bagi seorang pejabat publik setinggi Presiden.
Menurutnya, perbedaan jumlah SKS yang signifikan menimbulkan keraguan akan keabsahan gelar Jokowi. Ia mempertanyakan bagaimana seseorang dapat memperoleh gelar sarjana dengan jumlah SKS yang kurang dari standar kelulusan. Hal ini menjadi poin penting dalam analisisnya.
Perbandingan dengan Lulusan Lain
Rismon juga membandingkan jumlah SKS Jokowi dengan jumlah SKS yang umumnya ditempuh oleh lulusan UGM angkatan yang sama. Ia menyebutkan bahwa teman-teman seangkatan Jokowi umumnya memiliki total SKS antara 158-160 SKS. Perbedaan ini semakin memperkuat argumennya.
Ia menegaskan bahwa analisisnya berdasarkan data yang ditampilkan secara publik oleh Bareskrim Polri. Rismon berharap agar semua pihak dapat menelaah temuan ini secara objektif dan transparan demi menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Tanggapan Pihak Kepolisian dan Jokowi
Brigjen Pol Djuhandani Raharjo, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menyatakan bahwa ijazah Jokowi telah diverifikasi dan identik dengan ijazah lulusan Fakultas Kehutanan UGM, berdasarkan perbandingan dengan tiga ijazah lulusan lain dari angkatan 1983-1988.
Presiden Jokowi sendiri menanggapi tudingan tersebut dengan meminta pihak yang meragukan ijazahnya untuk membuktikan klaim mereka. Ia menegaskan kembali bahwa dirinya merupakan lulusan UGM, sebuah pernyataan yang juga didukung oleh Rektor dan Dekan UGM.
Kesimpulan dan Pertimbangan Lebih Lanjut
Polemik ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik, terutama bagi pejabat negara. Meskipun pihak kepolisian telah menyatakan keabsahan ijazah Jokowi, analisis Rismon Sianipar menimbulkan pertanyaan penting yang perlu dikaji lebih lanjut. Perbedaan jumlah SKS dan pilihan program studi pada formulir registrasi perlu ditelusuri lebih detail.
Untuk mencapai kesimpulan yang lebih komprehensif, perlu dilakukan investigasi yang lebih mendalam dan transparan. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait hal ini. Kejelasan informasi akan meminimalisir spekulasi dan menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Perdebatan ini juga membuka diskusi tentang standar kelulusan dan administrasi akademik di perguruan tinggi di Indonesia. Adanya perbedaan interpretasi terhadap data akademik mengharuskan adanya mekanisme yang lebih jelas dan terstandarisasi dalam pengelolaan data akademik. Hal ini penting demi mencegah munculnya keraguan dan kontroversi di masa mendatang.