Mantan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Mei. Kasus ini terkait keterlibatannya dalam pengurusan vonis bebas terpidana Ronald Tannur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Nurachman Adikusumo, menyatakan Zarof terbukti melakukan permufakatan jahat untuk memberikan suap kepada Ketua Majelis Kasasi MA, Hakim Agung Soesilo, senilai Rp 5 miliar. Perbuatan ini bertujuan agar Ronald Tannur memperoleh vonis bebas. Bukti-bukti yang diajukan JPU sangat kuat dan meyakinkan majelis hakim.
Selain pidana penjara dan denda, Zarof juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang hasil korupsi. JPU menekankan bahwa tindakan Zarof tidak hanya mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Motif dan Peran Zarof Ricar
Jaksa menilai motif Zarof bukan insidental, melainkan bagian dari pola tindak pidana yang dilakukan berulang kali demi keuntungan pribadi. Ia berperan aktif dalam permufakatan jahat bersama pengacara Ronald Tannur, Gregorius Tannur dan Lisa Rachmat.
Peran Zarof dalam kasus ini adalah sebagai perantara yang menghubungkan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya suap tersebut. Keberadaan Zarof sebagai pejabat di MA memudahkannya dalam menjalankan aksinya. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman korupsi terhadap integritas sistem peradilan.
Vonis Terhadap Terdakwa Lain
Selain Zarof, dua terdakwa lain juga menerima vonis. Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur, divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara itu, Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ketiga terdakwa dinilai turut serta dalam permufakatan jahat yang mengakibatkan kerugian negara dan merongrong kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Tingginya vonis yang dijatuhkan menunjukkan keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus korupsi di lingkungan peradilan.
Hal yang Meringankan dan Memberatkan
Satu-satunya hal yang meringankan Zarof adalah belum pernah dihukum sebelumnya. Namun, hal ini tidak cukup untuk mengurangi beratnya dampak perbuatannya terhadap kepercayaan publik dan integritas sistem hukum. Sebaliknya, peran aktif Zarof dalam permufakatan jahat dan pengulangan tindakan korupsi menjadi hal yang memberatkan.
Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya reformasi dan peningkatan pengawasan di lingkungan peradilan untuk mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi serupa. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Pasal yang Dilanggar
Zarof Ricar terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ketiga terdakwa juga terbukti melanggar pasal yang sama, berkaitan dengan permufakatan jahat untuk memberikan suap. Ketentuan hukum yang tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di masa mendatang.
Kasus ini menyoroti kompleksitas korupsi dalam sistem peradilan dan menunjukkan urgensi upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi secara komprehensif. Perlu adanya peningkatan pengawasan, transparansi, dan penegakan hukum yang konsisten untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan Indonesia.