Dugaan keterlibatan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam upaya menghalangi penangkapan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dan buronan Harun Masiku, semakin menguat. Kesaksian penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti, dalam persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan terhadap Hasto, menjadi sorotan utama.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 9 Mei 2025, Rossa mengungkapkan bahwa Firli Bahuri secara sepihak mengumumkan operasi tangkap tangan (OTT) kepada publik, meskipun Hasto dan Harun Masiku belum berhasil ditangkap. Pengumuman prematur ini diduga menyebabkan Harun Masiku berhasil melarikan diri dan hingga kini masih menjadi buronan.
Rossa juga menjelaskan kronologi kejadian saat timnya berupaya menangkap Hasto dan Harun Masiku. Mereka melacak keberadaan Hasto melalui data ponsel, dan menemukan transkrip percakapan antara satpam kantor DPP PDIP, Nurhasan, dengan Harun Masiku, yang menginstruksikan agar ponselnya “ditenggelamkan”.
Tim KPK berhasil melacak Hasto hingga ke sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun, saat menunggu Hasto dan Harun Masiku keluar dari PTIK, tim tersebut dihadang dan diinterogasi oleh beberapa orang, termasuk mantan penyidik KPK, Hendy Kurniawan. Mereka juga dipaksa menjalani tes urine.
Tindakan Firli Bahuri Diduga Merupakan Perintangan Penyidikan
Berkaitan dengan kesaksian Rossa, mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, mendesak KPK untuk mengusut dugaan keterlibatan Firli Bahuri dan menuntut pertanggungjawaban hukum atas tindakannya. Praswad menilai tindakan Firli telah menghalangi proses penyidikan dan membahayakan keselamatan para penyidik.
Praswad menekankan pentingnya asas equality before the law. KPK tidak boleh bersikap tidak objektif hanya karena kasus melibatkan pimpinannya sendiri. Ia meminta KPK untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 21 tentang perintangan penyidikan.
Lebih lanjut, Praswad juga menyebut kemungkinan pelanggaran Pasal 67 UU KPK, yang memperberat hukuman bagi pimpinan KPK yang melakukan korupsi, termasuk menghalangi penyidikan tindak pidana korupsi. Ancaman hukumannya akan ditambah 1/3 dari ancaman pokok.
Analisis Kesaksian dan Dampaknya
Kesaksian Rossa Purbo Bekti memberikan bukti kuat adanya dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Pengumuman OTT yang prematur oleh Firli Bahuri, serta penahanan dan interogasi terhadap tim penyidik di PTIK, menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menggagalkan penangkapan Hasto dan Harun Masiku.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas dan independensi KPK. Jika terbukti bersalah, tindakan Firli Bahuri dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut. Proses hukum yang transparan dan adil sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan ditegakkan.
Keberadaan bukti-bukti yang kuat seperti kesaksian Rossa dan transkrip percakapan Nurhasan-Harun Masiku, menjadi landasan kuat bagi tuntutan agar kasus ini diusut tuntas dan diproses secara hukum. Publik menantikan langkah tegas KPK dalam menangani kasus ini, terlepas dari siapa pun yang terlibat.
Peran Lembaga Terkait dan Harapan ke Depan
Peran DPR dan lembaga penegak hukum lainnya dalam mengawasi dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil sangat krusial. Desakan publik untuk menangkap Firli Bahuri dan menuntaskan kasus ini harus direspons secara serius oleh pihak berwenang.
Kejadian ini menyoroti pentingnya reformasi dan penguatan sistem hukum di Indonesia, termasuk mekanisme pengawasan internal di KPK. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan.
Publik berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa depan. Penegakan hukum yang teguh dan tanpa pandang bulu merupakan pilar penting bagi tegaknya keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.