Premanisme di Indonesia menjadi masalah yang terus berulang dan meresahkan. Aksi-aksi premanisme seperti pemerasan, pungli, dan intimidasi kerap terjadi di berbagai wilayah, menimpa warga biasa, pedagang kecil, hingga pengusaha transportasi. Dampaknya, tercipta rasa takut dan ketidakamanan di masyarakat.
Beberapa daerah di Indonesia memang dikenal sebagai sarang premanisme. Jakarta, khususnya kawasan Tanjung Priok, memiliki reputasi buruk dalam hal ini. Medan, Sumatera Utara, juga sering menjadi sorotan karena masalah premanisme yang tampaknya sulit diatasi.
Jawa Barat juga tak luput dari masalah ini. Pungutan liar di jalur wisata dan pemerasan di kawasan industri seperti Cikarang, Karawang, dan Bekasi menjadi pemandangan yang umum. Kondisi ini menunjukkan perlunya penanganan yang lebih serius dan komprehensif.
Upaya Penanganan Premanisme di Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menunjukkan perhatian serius terhadap permasalahan ini. Ia bahkan pernah mengusulkan ide untuk memasukkan preman ke barak militer guna menjalani pembinaan. Ide ini menuai pro dan kontra, namun mencerminkan keprihatinan dan keinginan untuk mencari solusi yang efektif.
Menurut Dedi Mulyadi, akar masalah premanisme seringkali terletak pada kemalasan dan pengangguran. Banyak preman yang memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang, alih-alih bekerja keras dan mencari nafkah secara legal. Kondisi ekonomi yang sulit juga menjadi faktor pendukung.
Program pembinaan ala militer yang diusulkan diharapkan dapat mengubah pola pikir dan perilaku para preman. Dengan pelatihan disiplin dan keterampilan kerja, mereka diharapkan dapat kembali ke masyarakat sebagai warga produktif.
Pembinaan dan Reintegrasi Sosial
Setelah menjalani pelatihan, para mantan preman akan dilibatkan dalam proyek pembangunan di Jawa Barat. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi positif bagi masyarakat, serta menanamkan rasa tanggung jawab dan kepedulian.
Proyek-proyek tersebut antara lain pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, irigasi, sekolah, dan rumah untuk masyarakat miskin. Dengan cara ini, mereka tidak hanya mendapatkan penghasilan, tetapi juga merasakan dampak positif dari kontribusi mereka.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap program ini tidak hanya menekan angka premanisme, tetapi juga memberikan solusi jangka panjang. Reintegrasi sosial dan pemberdayaan ekonomi menjadi kunci keberhasilan program ini.
Tantangan dan Pertimbangan
Meskipun program ini terbilang inovatif, penanganannya tetap memerlukan pertimbangan matang. Aspek hukum dan hak asasi manusia harus dijaga agar proses pembinaan tidak melanggar hukum dan norma yang berlaku.
Selain itu, suksesnya program ini juga bergantung pada kerjasama berbagai pihak, termasuk kepolisian, TNI, masyarakat, dan lembaga terkait lainnya. Koordinasi dan sinergi yang kuat sangat penting untuk memastikan efektivitas program.
Perlu juga evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan untuk melihat efektivitas program dan melakukan penyesuaian jika diperlukan. Program ini memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan agar dapat memberikan dampak yang signifikan dan berkelanjutan dalam menekan angka premanisme di Jawa Barat.
Selain itu, upaya pencegahan juga penting. Pemerintah perlu meningkatkan akses pendidikan dan kesempatan kerja, khususnya bagi kaum muda yang rentan terlibat dalam aksi premanisme. Program pemberdayaan masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif.