Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, tengah menjadi perdebatan hangat di Indonesia. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa usulan tersebut harus melalui proses kajian yang cermat oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Beliau menekankan pentingnya objektivitas dalam proses penilaian ini.
“Setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan atau dewan yang mengkaji siapa saja yang bisa menerima atau tidak menerima,” ujar Puan kepada wartawan di Gedung DPR, Selasa lalu. Ia menambahkan, “Jadi biar dewan-dewan itu yang kemudian mengkaji apakah usulan-usulan itu memang sudah sebaiknya dilakukan, diterima atau tidak.”
Sebagai cucu dari Proklamator dan Presiden Pertama RI, Soekarno, Puan mengajak semua pihak untuk menyerahkan proses penilaian sepenuhnya kepada dewan yang berwenang. Hal ini penting untuk memastikan proses tersebut berjalan transparan dan akuntabel, menghindari potensi kontroversi dan menjaga integritas pemberian gelar pahlawan nasional.
Perdebatan Publik Mengenai Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Usulan ini telah memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Reformasi 1998 secara tegas menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Mereka berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan semangat reformasi dan mengingat rekam jejak masa Orde Baru.
Dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?’, para aktivis 98 menyatakan penolakan mereka. Mereka menganggap Soeharto tidak layak menerima gelar pahlawan nasional karena rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat dan tindakan represif terhadap gerakan rakyat selama pemerintahannya.
Argumen Penentang dan Pendukung
Para penentang mengungkapkan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru, seperti peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Trisakti, dan tragedi Timor Timur. Mereka menilai bahwa pemberian gelar pahlawan akan mengurangi rasa keadilan bagi para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.
Di sisi lain, pendukung pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto menekankan prestasi pembangunan ekonomi dan stabilitas politik di masa Orde Baru. Mereka menganggap kontribusi Soeharto dalam pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi harus diapresiasi.
Peran Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan memiliki peran krusial dalam proses ini. Dewan tersebut akan melakukan kajian mendalam, mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kontribusi positif dan negatif dari sosok yang diusulkan. Keputusan akhir akan mempertimbangkan bukti-bukti sejarah dan pertimbangan etika yang komprehensif.
Proses pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dokumen, dan wawancara dengan berbagai pihak. Transparansi dan objektivitas dalam proses ini sangat penting untuk menghindari kontroversi dan mempertahankan integritas sistem penghargaan gelar pahlawan nasional.
Proses penetapan gelar pahlawan nasional merupakan proses yang panjang dan kompleks, memerlukan pertimbangan yang matang dan berlandaskan pada fakta-fakta historis yang teruji. Oleh karena itu, penting untuk menunggu hasil kajian dari Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebelum membuat kesimpulan.