Kasus yang melibatkan Zarof Ricar sebagai saksi mahkota telah mengungkap skandal besar yang mengguncang dunia peradilan Indonesia. Pengakuan Zarof tentang penerimaan uang miliaran rupiah dari Sugar Group Companies membuka tabir upaya manipulasi hukum untuk menghindari kewajiban pembayaran utang triliunan rupiah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Perkara ini bermula dari sengketa perdata antara Sugar Group Companies (SGC) dan Marubeni Corporation (MC) terkait utang sebesar Rp7 triliun. SGC, yang saat itu dimiliki oleh Gunawan Yusuf, menolak membayar utang tersebut dengan alasan utang tersebut merupakan rekayasa antara Salim Group dan MC. Klaim ini kemudian terbukti salah melalui berbagai putusan pengadilan.

Untuk menghindari kewajiban utang, SGC diduga melakukan praktik kepada sejumlah oknum hakim agung. Zarof Ricar berperan sebagai perantara, menerima uang sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari SGC melalui Ny. Lee, seorang pemilik Sugar Group Companies. Uang tersebut diduga digunakan untuk mempengaruhi putusan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) agar menguntungkan SGC.

Peran Zarof Ricar dan Suap

Peran Zarof Ricar sebagai perantara suap sangat krusial dalam kasus ini. Pengakuannya menguatkan bukti-bukti berupa uang Rp915 miliar dan 51 kilogram yang disita sebagai barang bukti. Terdapat indikasi “meeting of minds” antara Zarof Ricar, oknum hakim agung penerima suap, dan Sugar Group Companies sebagai pemberi suap.

Kejagung telah menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka pencucian uang dan tengah menyelidiki aliran dana tersebut, termasuk memeriksa istri dan anaknya. Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi melaporkan penyalahgunaan wewenang dan perintangan penyidikan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena melekatkan pasal gratifikasi dan bukan suap dalam kasus ini.

Dugaan tersebut didasarkan pada fakta bahwa bukti kuat menunjukkan adanya tindak pidana suap, namun pasal suap justru tidak dilibatkan dalam dakwaan. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk menghalangi pengungkapan kebenaran dan melindungi para pelaku korupsi.

Oknum Hakim Agung Terlibat

Sejumlah nama hakim agung diduga terlibat dalam skandal ini, antara lain Sunarto, Soltoni Mohdally, dan Syamsul Maarif. Mereka diduga menerima suap untuk memenangkan SGC dalam perkara perdata melawan MC di tingkat kasasi dan PK. Hal ini termasuk upaya untuk “menyandera” Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto, agar keputusan dalam kasus korupsi yang kontroversial tetap menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi menyebut Sunarto, yang juga menjadi Ketua Mahkamah Agung, diduga dekat dengan Zarof Ricar. Kunjungan mereka bersama ke Keraton Sumenep pada September 2024 memperkuat dugaan tersebut. Kasus ini juga menyeret nama Syamsul Maarif yang diduga melanggar UU Kekuasaan Kehakiman karena menangani perkara yang sebelumnya pernah di tangani.

Strategi Gunawan Yusuf untuk Menghindari Kewajiban Utang

Gunawan Yusuf, pemilik baru SGC, mencoba berbagai cara untuk menghindari kewajiban pembayaran utang kepada MC. Ia mengajukan berbagai gugatan dengan materi yang serupa dengan putusan sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini menunjukkan upaya sistematis untuk memperlambat proses hukum dan menghindari kewajiban utang.

Ia memanfaatkan asas ius curia novit, sebuah asas hukum yang memungkinkan pengadilan memeriksa perkara yang sudah pernah diadili sebelumnya jika terdapat perubahan fakta atau alasan hukum yang baru. Namun, dalam kasus ini, upaya tersebut diduga manipulatif dan bertujuan untuk mengulur waktu serta memperpanjang proses hukum.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa Gunawan Yusuf telah mengetahui sejak awal bahwa klaim rekayasa utang adalah tidak benar. Surat-surat yang ditemukan memperlihatkan kesediaannya untuk membayar sebagian atau seluruh utang kepada MC. Namun, ia memilih untuk menggunakan jalur hukum yang berbelit dan diduga melibatkan praktik suap untuk mencapai tujuannya.

Profil Gunawan Yusuf

Gunawan Yusuf, yang pernah masuk orang terkaya di Indonesia, memiliki riwayat hukum yang tidak bersih. Ia pernah dilaporkan atas kasus penipuan dan TPPU, dan juga tersangkut kasus pajak. Meskipun terdapat putusan praperadilan yang menguntungkan pelapor, proses hukum tersebut akhirnya dihentikan oleh kepolisian.

Riwayat hukum Gunawan Yusuf ini menunjukkan kemungkinan adanya pola perilaku yang cenderung menghindari tanggung jawab hukum. Hal ini relevan dengan strategi yang digunakannya dalam kasus utang kepada MC, yaitu dengan memanfaatkan celah-celah hukum dan diduga melibatkan praktik suap.

Kasus ini menyoroti pentingnya reformasi hukum dan penegakan hukum yang lebih tegas dan transparan di Indonesia. Dugaan keterlibatan oknum hakim agung dan upaya perintangan penyidikan menunjukkan adanya sistemik yang perlu dibenahi untuk mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi serupa di masa mendatang. Laporan ke KPK diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak.