Ratusan umat Buddha dari berbagai daerah memadati kompleks Candi Mendut di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Minggu, 11 Mei 2025, untuk menyambut puncak perayaan Tri Suci Waisak 2569 BE/2025. Suasana khidmat menyelimuti area candi yang bersejarah ini. Peristiwa ini menjadi salah satu momen penting dalam rangkaian perayaan Waisak.
Puncak perayaan ditandai dengan prosesi penyemayaman air suci atau air berkah yang diambil dari Umbul Jumprit, Temanggung. Sekitar pukul 15.25 WIB, iring-iringan pembawa air suci, yang berjumlah 22 kendi tanah liat, tiba di pelataran Candi Mendut. Air suci ini kemudian diletakkan dengan penuh khidmat di altar utama candi.
Umat Buddha dari berbagai vihara, majelis, dan sangha mengikuti puja bakti dan doa bersama. Proses ini merupakan bagian penting dari rangkaian Waisak sebelum puncak perayaan di Candi Borobudur pada Senin, 12 Mei 2025. Kehadiran umat dari berbagai penjuru Nusantara mencerminkan persatuan dan kesatuan umat Buddha dalam merayakan hari suci ini.
Makna Air Suci dalam Tradisi Waisak
Bhikkhu senior dari Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Wongsin Labhiko Mahathera, menjelaskan bahwa air suci memiliki makna mendalam dalam kehidupan spiritual umat Buddha. Air melambangkan kesucian, kehidupan, dan penyucian diri. Penyemayaman air suci ini diharapkan dapat membersihkan umat baik lahir maupun batin.
Setelah penyemayaman, para bhikkhu memercikkan air suci kepada umat sebagai simbol pembersihan batin. Banyak umat yang terharu dan meneteskan air mata saat menerima percikan air suci. Salah seorang peserta dari Bali, Atrina, menggambarkan pengalamannya sebagai getaran spiritual yang mendalam dan membangkitkan rasa tenang serta bahagia.
Proses pradaksina, yaitu berjalan mengelilingi candi sebanyak tiga kali searah jarum jam, direncanakan akan dilakukan setelah penyemayaman air suci. Namun, karena hujan deras, kegiatan ini terpaksa dibatalkan. Meskipun demikian, suasana khusyuk dan penuh ketenangan tetap terjaga.
Api Dharma dan Simbolisme Waisak
Selain air suci dari Umbul Jumprit, umat Buddha juga menyambut kedatangan Api Dharma yang dibawa dari Mrapen, Grobogan. Kedua elemen ini, air dan api, melambangkan kesucian dan pencerahan. Kedua elemen penting ini akan diarak menuju Candi Borobudur untuk digunakan dalam prosesi puncak Waisak.
Api Dharma dan air suci mewakili keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan. Api melambangkan energi, semangat, dan kebijaksanaan, sementara air melambangkan ketenangan, kedamaian, dan penyucian. Gabungan keduanya menjadi simbol transformasi spiritual dan pencapaian pencerahan.
Pesan Perdamaian Dunia dalam Perayaan Waisak
Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama RI, Nyoman Suriadarma, turut hadir dalam perayaan tersebut. Beliau menyampaikan bahwa tema Waisak tahun ini adalah: “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan, Wujudkan Perdamaian Dunia.”
Nyoman mengajak umat untuk mengambil nilai-nilai spiritual dari sumber air suci Umbul Jumprit dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesucian air tersebut diharapkan dapat menginspirasi kehidupan yang lebih damai, penuh welas asih, dan bijaksana. Perayaan Waisak bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga momentum untuk merefleksikan diri dan mewujudkan harmoni.
Perayaan Waisak di Candi Mendut menjadi bukti nyata tentang pentingnya menjaga nilai-nilai spiritual dan budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perayaan ini juga menjadi simbol persatuan dan kedamaian di tengah keberagaman.
Semoga nilai-nilai luhur Waisak, seperti pengendalian diri, kebijaksanaan, dan perdamaian, dapat terwujud dalam kehidupan kita sehari-hari dan berkontribusi pada terciptanya perdamaian dunia.