MUI Desak Usut Tuntas Dugaan Korupsi Kuota Haji dan Keamanan Mina

Mais Nurdin

Sabtu, 16 Agustus 2025

3
Min Read

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyoroti pentingnya analisis matematis dalam evaluasi penyelenggaraan haji, khususnya terkait kepadatan di Mina. Beliau menekankan perlunya perhitungan cermat untuk memastikan kenyamanan jamaah.

Luas area Mina yang terbatas, hanya 172.000 meter persegi, menjadi perhatian utama. Peningkatan kuota haji Indonesia tahun 2024 menjadi 241.000 jamaah (221.000 kuota dasar dan 20.000 tambahan) menimbulkan kekhawatiran akan semakin sempitnya ruang gerak per jamaah. Kondisi ini berpotensi meningkatkan ketidaknyamanan dan risiko keselamatan jamaah.

“Yang paling menyedihkan persoalan toilet atau kamar mandi, sangat mengular sekali panjangnya. Saya tidak bisa membayangkan jika pada 2024 kuota haji tambahan dengan skema sebesar 92/8 persen diterapkan. Maka keadaan di Mina akan makin amburadul,” ungkap Anwar Abbas.

Anwar Abbas mengkritik kurangnya pemahaman kondisi lapangan dalam berbagai diskusi terkait penambahan kuota haji. Ia mendesak agar analisis matematis yang membandingkan luas area dengan jumlah jamaah dijadikan dasar evaluasi. Perhitungan ini krusial untuk menghindari kepadatan dan potensi masalah lainnya.

“Sebab penyebab kepadatan adalah ruang terbatas, sementara kuota terus bertambah. Makanya solusinya sudah saya usulkan pembangunan ruang vertikal di Mina, karena perluasan horizontal sulit dilakukan,” tambahnya.

Menurut Buya Anwar, ketidakseimbangan antara kuota jamaah dan luas area Mina merupakan faktor utama kepadatan. Beliau, yang mengaku bukan ahli hukum, berpendapat bahwa hal ini terlihat jelas dari fakta di lapangan.

“Tanpa tambahan kuota reguler saja, jamaah sudah berdesakan di Mina, apalagi jika penambahan dilakukan tanpa mempertimbangkan kapasitas,” tegasnya.

Penerapan skema 92/8 persen untuk kuota haji reguler dan khusus akan memperparah situasi. Dengan tambahan kuota sebesar 42 persen dari 10.000 jamaah, kepadatan di Mina akan semakin tidak terkendali.

“Tanpa tambahan haji reguler saja sudah terjadi desak-desakan di Mina, apalagi sampai ada tambahan 42 persen dari jumlah 10.000. Pasti akan semakin banyak jamaah yang tidak mendapatkan tempat, semakin amburadul dan sulit dibayangkan,” tegasnya kembali.

Perlu diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, terkait pembagian kuota haji tambahan.

KPK menilai skema 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk haji khusus sesuai Pasal 64 UU No. 8/2019. Sementara itu, Yaqut Cholil Qoumas berdalih berdasarkan Pasal 9 UU yang memberikan diskresi kepada Menteri, sehingga menetapkan pembagian 50:50. Perbedaan interpretasi pasal ini menjadi sorotan dalam penyelidikan tersebut.

Selain masalah kuota, perlu juga dipertimbangkan aspek infrastruktur pendukung lainnya di Mina, seperti akses air bersih, fasilitas kesehatan, dan manajemen sampah. Peningkatan kualitas layanan ini penting untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan jamaah haji.

Lebih lanjut, pengembangan teknologi dan sistem informasi yang terintegrasi dapat membantu dalam pengelolaan jamaah haji. Sistem ini dapat digunakan untuk memantau pergerakan jamaah, mengelola antrian, dan memberikan informasi real-time kepada jamaah.

Pemerintah Indonesia perlu berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah Arab Saudi untuk mencari solusi jangka panjang. Hal ini termasuk rencana perluasan infrastruktur di Mina, peningkatan kapasitas pelayanan, dan pengaturan kuota yang lebih efektif dan terukur. Kerjasama internasional ini sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji yang aman dan nyaman bagi seluruh jamaah.

Tinggalkan komentar

Related Post