Tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Kamis dini hari, 3 Juli 2024, menyisakan duka mendalam dan sejumlah pertanyaan. Data manifest kapal yang mencatat 53 penumpang dan 12 kru diragukan keakuratannya.
Ratusan keluarga korban yang berkumpul di ruang tunggu Pelabuhan ASDP Ketapang, Banyuwangi, menyatakan beberapa anggota keluarga mereka tidak terdaftar dalam manifest. Hal ini memicu spekulasi mengenai kemungkinan jumlah penumpang sebenarnya yang jauh lebih besar daripada angka resmi.
Ryan, warga Kelurahan Singonegaran, Banyuwangi, misalnya, mencari saudarinya, Robiatul Robaniah, yang tidak terdaftar dalam manifest. Ia terakhir berkomunikasi dengan Robiah sebelum kapal berangkat menuju Bali. Ketidakpastian nasib Robiah menambah kepedihan keluarga.
Kasus serupa dialami Yatini, warga Desa Yosomulyo, Banyuwangi. Suaminya, Fauzey bin Awang, warga negara Malaysia, juga tidak tercantum dalam manifest. Meskipun mobil travel yang ditumpangi Fauzey tercatat dalam muatan kapal, keberadaannya hingga kini masih belum diketahui.
Fauzey berangkat dari rumah Yatini pada Rabu, 2 Juli 2024, pukul 21.00 WITA, menuju Bandara Ngurah Rai, Bali. Kontak terakhir dengannya terputus setelah keberangkatan. Yatini berharap informasi lebih lanjut mengenai keberadaan suaminya.
Penyebab Tenggelam dan Kronologi Singkat
KMP Tunu Pratama Jaya dilaporkan terbalik dan tenggelam di Selat Bali saat perjalanan dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kapal mengirimkan sinyal darurat pada pukul 00.16 WITA, kemudian mengalami pemadaman listrik (blackout) pada pukul 00.19 WITA.
Kondisi cuaca ekstrem dengan gelombang laut setinggi 2,5 meter diduga menjadi penyebab utama kecelakaan. Gelombang besar kemungkinan membuat kapal kehilangan stabilitas dan akhirnya tenggelam di koordinat -08°09.371′, 114°25, 1569.
Operasi pencarian dan penyelamatan masih terus dilakukan. Pada hari pertama pencarian, 36 korban berhasil dievakuasi, terdiri dari 6 korban meninggal dan 30 korban selamat. Upaya pencarian terus dilakukan untuk menemukan korban yang masih hilang.
Tanggapan Pihak ASDP dan Perlu Perbaikan Sistem
General Manager PT ASDP (Persero) Indonesia Ferry Cabang Ketapang Banyuwangi, Yannes Kurniawan, mengakui data manifest yang ada hanya mencatat 53 penumpang dan 22 unit kendaraan. Ia menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu perkembangan lebih lanjut dan akan berupaya menemukan semua penumpang.
Pernyataan Yannes memunculkan pertanyaan serius tentang prosedur pengecekan penumpang dan sistem pencatatan data di kapal. Ketidaksesuaian antara data manifest dan jumlah penumpang yang sebenarnya mengindikasikan adanya celah dalam sistem keamanan dan pengawasan. Pentingnya review menyeluruh terhadap prosedur ini untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang.
Kejadian ini mengungkap perlunya penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap penyebab pasti tragedi ini. Selain faktor cuaca, perlu diteliti keadaan kapal, kepatuhan terhadap prosedur keselamatan, dan efektivitas sistem pencatatan penumpang. Hasil penyelidikan diharapkan dapat menjadi dasar perbaikan sistem dan peningkatan keselamatan pelayaran di masa depan.
Ketidaktepatan data manifest menunjukkan perlunya peningkatan teknologi dan sistem pendataan penumpang yang lebih akurat dan terintegrasi. Sistem digital yang handal, termasuk penggunaan aplikasi mobile untuk registrasi penumpang, dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi data.
Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya menjadi pengingat penting akan pentingnya keselamatan pelayaran dan kebutuhan untuk terus meningkatkan standar keamanan dan pengawasan di seluruh sektor transportasi laut. Belajar dari peristiwa ini penting untuk menghindari tragedi serupa dan melindungi nyawa penumpang.
Tinggalkan komentar