Menyelami Misteri Keracunan Kalbar: Ikan Hiu, Kearifan Lokal, & Alergi Tumpang Tindih

Menyelami Misteri Keracunan Kalbar Ikan Hiu Kearifan Lokal Alergi Tumpang Tindih

GEMAPOS.ID – Kasus keracunan yang menimpa 24 siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 12 Kecamatan Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat, usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) berbahan ikan hiu, menjadi sorotan utama. Badan Gizi Nasional (BGN) angkat bicara menanggapi insiden tersebut, memberikan penjelasan terkait penggunaan ikan hiu dalam program MBG yang menuai perhatian publik.

Penyelidikan awal BGN menunjukkan adanya kemungkinan penyebab keracunan yang beragam, tidak hanya disebabkan oleh makanan, tetapi juga potensi alergi pada sebagian siswa. Bagaimana BGN menangani situasi ini dan apa langkah-langkah yang diambil untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali? Mari kita simak penjelasannya.

Kearifan Lokal dalam Menu MBG dan Penjelasan BGN

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa penggunaan ikan hiu dalam program MBG di wilayah tersebut merupakan bagian dari kearifan lokal pangan setempat. Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang mengonsumsi ikan hiu sebagai bagian dari diet mereka.

“Kalau di daerah itu biasa mengonsumsi hiu, maka bisa digunakan sebagai menu. Sama seperti tongkol yang jadi andalan di daerah lain,” ujar Nanik S. Deyang, saat ditemui di Bogor pada Kamis, 25 September 2025.

Penyebab Keracunan dan Kemungkinan Alergi

Nanik juga menyoroti kemungkinan lain di balik kasus keracunan ini. Ia menegaskan bahwa tidak semua kasus keracunan murni disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi. Beberapa siswa mungkin mengalami reaksi alergi terhadap bahan makanan tertentu, seperti udang atau mayones.

Untuk mengantisipasi hal ini, BGN telah melakukan pendataan alergi siswa penerima manfaat program MBG. Namun, Nanik mengakui masih ada kemungkinan adanya sekolah yang belum terdata secara lengkap.

“Tidak semua dugaan keracunan murni karena makanan. Ada yang bisa disebabkan alergi, misalnya udang atau mayones,” tambahnya.

Langkah Antisipasi dan Evaluasi Program

BGN memastikan bahwa makanan yang terbukti menyebabkan keracunan tidak akan digunakan kembali dalam program MBG. Hal ini menjadi langkah preventif untuk melindungi kesehatan dan keselamatan siswa.

Kasus keracunan ini mendorong BGN untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Evaluasi ini mencakup peninjauan terhadap menu makanan, prosedur penyediaan makanan, serta pendataan alergi siswa.

Sebelumnya, program MBG juga sempat menuai kontroversi terkait usulan penggunaan serangga sebagai sumber protein. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan upaya untuk menyesuaikan dengan kebiasaan pangan di daerah tertentu, namun tetap berpegang pada standar gizi yang dibutuhkan anak-anak.

“Standar MBG bukan pada menu, melainkan pada komposisi gizi sesuai kebutuhan anak,” tegasnya.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI