Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa, berkomitmen melunasi tunggakan kompensasi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp55 triliun. Komitmen ini disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta pada 30 September 2025. Langkah ini menandai arah kebijakan fiskal baru di era kepemimpinan Purbaya, yang berupaya memastikan kebijakan negara berdampak langsung pada masyarakat.
Purbaya menegaskan akan mempercepat pembayaran kompensasi yang tertunda, serta mengawasi penggunaan dana pemerintah di perbankan BUMN. Hal ini dilakukan untuk memastikan dana tersebut digunakan sesuai tujuan, yaitu mendorong kredit produktif dan bukan untuk transaksi valuta asing yang dapat melemahkan nilai tukar rupiah. Langkah ini mencerminkan komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Purbaya mengungkapkan bahwa pemerintah masih menunggak pembayaran kompensasi kepada BUMN, termasuk PLN, hingga kuartal I-II 2025. Namun, ia memastikan pembayaran akan dilakukan pada Oktober 2025.
“Rp55 triliun itu yang triwulan pertama dan kedua tahun ini. Itu dua-duanya,” jelasnya.
Purbaya menjelaskan bahwa proses audit dan review oleh BPKP memakan waktu hingga tiga bulan. Untuk itu, ia berjanji akan mempercepat mekanisme pembayaran di masa mendatang agar tidak membebani keuangan perusahaan.
“Jadi itu mengganggu *cash flow* perusahaan-perusahaan yang profesional kayak BUMN. Tapi, nanti kalau sudah itu keluar tepat waktu, saya harapkan BUMN ini jangan rugi terus,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya juga menampik tudingan bahwa Kementerian Keuangan belum melunasi kewajiban subsidi dan kompensasi tahun anggaran 2024.
Purbaya menekankan bahwa pembayaran subsidi dan kompensasi tahun 2024 telah dibayarkan penuh, termasuk kompensasi.
“Klaim dari BUMN bahwa beberapa ada yang subsidi belum dibayar di tahun 2024. Saya sudah konfirm sama tim kami di sini, 2024 subsidi-nya sudah dibayar penuh, termasuk kompensasinya,” tegasnya di hadapan Komisi XI DPR.
Purbaya memastikan bahwa pembayaran terakhir dilakukan pada Juni kepada Pertamina dan PLN. Ia juga meminta konfirmasi langsung ke Kemenkeu jika terdapat perbedaan data.
Purbaya menilai subsidi dan kompensasi merupakan instrumen penting untuk menjembatani ketidaksempurnaan pasar. Menurutnya, tanpa subsidi, sebagian masyarakat tidak akan menikmati pertumbuhan ekonomi.
“Saya setuju Pak, setuju sekali karena tidak semua anggota masyarakat bisa menikmati kue perekonomian secara merata,” terangnya.
Namun, Purbaya mengingatkan bahwa subsidi yang salah sasaran justru dapat memperburuk keadaan. Oleh karena itu, ia meminta BUMN lebih berhati-hati dalam menjalankan mandat pemerintah terkait subsidi.
Selain fokus pada pembayaran tunggakan, Purbaya juga menerapkan gaya kepemimpinan baru dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke bank BUMN. Ia mengungkapkan kunjungannya ke PT Bank Negara Indonesia (BNI) pada 29 September 2025.
“Saya muter-muter secara acak, biar mereka kapok! Saya akan cek bank-bank yang lain secara random,” ungkap Purbaya.
Purbaya menyoroti dua hal penting dalam sidaknya. Pertama, ia ingin memastikan dana Rp200 triliun yang ditempatkan pemerintah di bank-bank Himbara benar-benar disalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit. Kedua, ia ingin memastikan bank tidak menggunakan dana tersebut untuk menimbun dolar AS yang berpotensi melemahkan rupiah.
“Yang jelas saya akan pastikan mereka tidak mengganggu nilai tukar rupiah. Dan mereka sepertinya comply, cukup bagus,” tukasnya.
Penempatan dana pemerintah di bank BUMN ini diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276 Tahun 2025. Dana sebesar Rp200 triliun dipindahkan dari Bank Indonesia ke lima bank milik negara sejak 12 September 2025. BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. Purbaya berharap langkah ini dapat mempercepat pemulihan ekonomi melalui penyaluran kredit produktif.