Menag: Pesantren Ramah Anak Bukan Cuma Wacana, Ini Langkah Nyatanya!

Menag Pesantren Ramah Anak Bukan Cuma Wacana Ini Langkah Nyatanya

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan komitmen kuat Kementerian Agama (Kemenag) dalam mengembangkan pesantren ramah anak. Langkah ini diambil untuk memastikan setiap lembaga pendidikan, termasuk sekolah, madrasah, dan pesantren, menjadi ruang aman bagi anak-anak. Kemenag bertekad menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari segala bentuk kekerasan.

Komitmen ini bukan hanya sekadar wacana. Kemenag telah mengambil langkah konkret dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan pendidikan keagamaan. Pembentukan satgas ini merupakan bagian dari upaya serius Kemenag dalam mewujudkan pesantren ramah anak.

Penguatan Regulasi

Untuk memperkuat upaya tersebut, Kemenag juga melakukan penguatan regulasi. Salah satunya adalah hadirnya KMA Nomor 91 Tahun 2025 yang menjadi payung hukum terkait pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan. Sebelumnya, Kemenag telah mengeluarkan beberapa aturan penting, di antaranya:

  • Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kemenag.
  • Keputusan Menteri Agama Nomor 83 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.

Aturan-aturan ini kemudian dijabarkan dalam pedoman teknis, seperti:

  • Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 4836 Tahun 2022 tentang Panduan Pendidikan Pesantren Ramah Anak.
  • Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1262 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.

Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa regulasi ini menjadi panduan bagi seluruh ASN Kemenag dan pemangku kepentingan untuk mempercepat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.

Temuan Riset PPIM

Riset dari PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dimuat dalam buku “Menuju Pesantren Ramah Anak dan Menjaga Marwah Pesantren” menemukan data yang cukup mengkhawatirkan. Dari 43.000 pesantren di Indonesia, sekitar 1,06% memiliki kerentanan tinggi terhadap kekerasan seksual.

Menanggapi temuan tersebut, Menag menyampaikan bahwa Kemenag akan menjadikan hasil riset PPIM sebagai perhatian serius dalam merumuskan upaya pencegahan. Kemenag juga mengajak 98,9% pesantren yang dinilai memiliki daya tahan lebih besar untuk berbagi praktik baik.

Sinergi Kemenag dan KemenPPPA

Kemenag juga menjalin kerja sama strategis dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Tujuannya adalah memastikan anak-anak di satuan pendidikan keagamaan mendapatkan perlindungan dan hak-haknya.

Menag menjelaskan bahwa kolaborasi kedua kementerian ini mencakup tiga ranah utama:

  1. Mempromosikan hak-hak anak, termasuk hak untuk terlindungi dari kekerasan.
  2. Mencegah kekerasan pada anak melalui pola pengasuhan yang baik, hubungan saling menghormati, serta penguatan nilai dan norma positif.
  3. Menangani anak yang mengalami kekerasan, baik fisik, psikis, maupun seksual di lingkungan manapun.

Menag menegaskan komitmen Kemenag dalam mewujudkan hal ini. Berbagai langkah strategis telah dirumuskan dalam peta jalan pengembangan pesantren ramah anak.

Strategi Pencegahan dan Inovasi Digital

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menambahkan bahwa selain pembentukan Satgas, Kemenag juga telah mengambil langkah-langkah praktis untuk mencegah kekerasan.

Program Pilot Pendampingan

Salah satunya adalah melalui Program Pilot Pendampingan Pesantren Ramah Anak yang diatur dalam SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1541 Tahun 2025. Pada tahap awal, 512 pesantren telah ditetapkan sebagai percontohan (piloting) Pesantren Ramah Anak.

Digitalisasi Pelaporan

Kemenag juga melakukan digitalisasi sistem pelaporan kekerasan berbasis teknologi melalui Telepontren. Layanan ini menyediakan chat dan call center melalui WhatsApp di nomor resmi 0822-2666-1854.

Suyitno juga menjelaskan bahwa Kemenag meminta pesantren untuk membuat sistem pelaporan online yang aman dan anonim yang terhubung langsung ke Kemenag, KPAI, atau Komnas Perempuan. Pesantren juga dapat menggunakan aplikasi yang mudah digunakan untuk para santri.

Edukasi dan Kolaborasi

Staf Khusus Menag Bidang Kebijakan Publik, Media, dan Pengembangan SDM, Ismail Cawidu, menjelaskan bahwa Kemenag juga mengadakan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Pesantren Ramah Anak. Selain itu, Kemenag juga melakukan pembinaan melalui Sosialisasi Masa Taaruf Santri (Mata Santri) untuk meningkatkan kesadaran sejak dini.

Ismail Cawidu mengatakan bahwa hasil riset PPIM tentang Penelitian Pesantren Ramah Anak telah disosialisasikan ke pesantren agar mereka lebih peduli.

Kemenag juga bekerja sama dengan Lakpesdam PBNU dalam pelatihan penanganan kekerasan seksual di 17 pesantren di berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, NTB, dan Jakarta.

Ismail Cawidu menyampaikan apresiasi terhadap keseriusan pihak pesantren dalam menangani masalah ini. Pesantren juga sangat terbuka dalam berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk aktivis perempuan, ormas keagamaan, LSM, dan kampus.

Peta Jalan Pengarusutamaan Pesantren Ramah Anak

Kemenag telah menyusun peta jalan pengarusutamaan Pesantren Ramah Anak (PRA) dengan tiga fase utama:

  • Fase Penguatan Dasar (2025–2026): Sosialisasi kebijakan, peningkatan kapasitas SDM, pembentukan gugus tugas PRA dan Satgas, serta integrasi awal dalam Renstra.
  • Fase Akselerasi (2027–2028): Replikasi dan pelembagaan PRA di lebih banyak pesantren, serta penguatan anggaran dan kemitraan lintas sektor.
  • Fase Kemandirian (2029): Integrasi PRA secara berkelanjutan dalam sistem manajemen kelembagaan pesantren.

Melalui langkah-langkah tersebut, Kemenag berupaya menjadikan pesantren sebagai lingkungan yang tidak hanya mendidik secara spiritual, tetapi juga aman, inklusif, dan ramah bagi tumbuh kembang anak Indonesia.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI