Anggota Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, baru-baru ini menyerukan kepada generasi muda Indonesia untuk berhenti bergantung pada lowongan pekerjaan pemerintah. Ia menilai mentalitas ini sebagai sisa kolonialisme yang sudah usang di era modern. Pernyataan kontroversial ini memicu perdebatan luas di media sosial.
Saraswati menekankan pentingnya kreativitas dan jiwa kewirausahaan. “Kalau punya kreativitas, jadilah pengusaha. Jadilah entrepreneur daripada ngomel nggak ada kerjaan,” tegasnya. Ia mendorong anak muda untuk memanfaatkan potensi diri dan mengembangkan berbagai sektor potensial menjadi industri besar.
Ia memberikan contoh konkret seperti membuka usaha kuliner, menjahit, atau bisnis fesyen. “Bikin kerja buat teman-teman, kalau lo bisa masak, bikinlah bisnis kuliner. Bisa jahit, bikinlah bisnis fesyen,” imbuhnya. Seruan ini dianggap sebagai tamparan bagi mereka yang pasif menunggu kesempatan kerja dari pemerintah.
Respons terhadap pernyataan Saraswati beragam. Banyak yang mendukungnya sebagai motivasi positif, sementara yang lain mengkritiknya. Mereka menilai pernyataan tersebut kurang sensitif terhadap realita ekonomi yang sulit, di mana tidak semua orang memiliki modal atau akses untuk berwirausaha.
Kritikan terhadap pernyataan ini berfokus pada kurangnya pemahaman terhadap kondisi ekonomi masyarakat bawah. Tidak semua orang memiliki akses ke modal, pelatihan, atau jaringan yang diperlukan untuk memulai bisnis. Kesenjangan ekonomi yang signifikan juga membuat saran tersebut dianggap tidak realistis bagi sebagian besar penduduk.
Netizen pun ramai-ramai memberikan komentar di media sosial, mengungkapkan kekecewaan dan kegelisahan mereka. Banyak yang mempertanyakan peran pemerintah dan DPR dalam menciptakan lapangan kerja dan mengatasi masalah ekonomi. Sentimen tersebut menunjukkan adanya keresahan yang mendalam di tengah masyarakat.
Salah satu komentar netizen yang beredar adalah, “pemerintah juga di himbau tidak bergantung pada Uang Rakyat.” Komentar ini menyoroti besarnya ketergantungan pemerintah terhadap pajak rakyat, sementara kinerja dan pelayanan publik belum sepenuhnya memuaskan. Netizen menilai, pemerintah perlu lebih efisien dan transparan dalam mengelola keuangan negara.
Komentar lain yang menarik perhatian adalah, “Kaloo kreatif jgn jdi DPR lah jdi pngusaha,” yang menyindir kurangnya kreativitas dan inovasi di kalangan anggota DPR. Netizen menilai, peran DPR seharusnya lebih dari sekadar menjadi wakil rakyat, melainkan juga sebagai penggerak ekonomi dan kesejahteraan.
Kritik lain juga tertuju pada beban pajak yang memberatkan para pelaku usaha. “stlh buka usaha langsung kena pajak,” tulis netizen lainnya. Hal ini mencerminkan kesulitan yang dihadapi UMKM dalam mengembangkan bisnisnya karena tingginya beban pajak dan birokrasi.
Pernyataan tersebut menunjukkan keresahan akan sistem perpajakan yang dianggap tidak adil dan memberatkan. Para pengusaha, terutama UMKM, berharap pemerintah dapat memberikan dukungan dan insentif yang lebih besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah. Perlu adanya kebijakan yang lebih pro-UMKM untuk mengurangi beban pajak dan birokrasi.
Kesimpulannya, pernyataan Saraswati telah memicu perdebatan yang lebih luas tentang peran pemerintah, DPR, dan kewirausahaan dalam mengatasi masalah ekonomi di Indonesia. Pernyataan tersebut juga membuka ruang diskusi tentang pentingnya menciptakan sistem ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat. Kritik netizen terhadap pemerintah dan DPR menjadi cerminan suara rakyat yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan kesejahteraan. Pemerintah perlu merespon kritikan ini dengan kebijakan yang konkret dan berpihak kepada rakyat. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk mencari sumber pendapatan negara alternatif selain hanya bergantung pada pajak.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan UMKM dengan memberikan akses yang lebih mudah ke modal, pelatihan, dan pasar. Hal ini akan membantu menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Diskusi ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah ekonomi Indonesia dan perlunya solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Tinggalkan komentar