Konflik Berdarah Thailand-Kamboja: 33 Nyawa Melayang, Apa Penyebabnya?

Ketegangan militer antara Thailand dan Kamboja kembali memanas. Dentuman artileri menggelegar di wilayah Samraong, Kamboja, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari garis depan pertempuran. Baku tembak yang terjadi pada dini hari Minggu (27/7) menjadi bukti nyata bahwa konflik bersenjata ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Situasi yang semakin memburuk ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang lebih luas. Pertempuran sengit di perbatasan kedua negara telah menelan korban jiwa dan memaksa warga sipil mengungsi. Upaya mencapai gencatan senjata kini menjadi prioritas utama untuk meredakan ketegangan.

Pertempuran terjadi di sekitar dua candi yang menjadi objek sengketa. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, mengonfirmasi hal ini.

“Pertempuran terjadi di sekitar dua candi sengketa sekitar pukul 04.50 dini hari,” ungkap Maly Socheata.

Di sisi lain, Angkatan Darat Thailand menuding pihak Kamboja sebagai pihak yang memulai serangan. Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Ritcha Suksuwanon, menyatakan hal tersebut.

“Pasukan Kamboja mulai menembakkan artileri pada 04.00 pagi,” kata Ritcha Suksuwanon.

Konflik bersenjata yang dimulai pada Kamis (24/7/2025) ini dipicu oleh baku tembak di kawasan yang telah lama menjadi sengketa. Eskalasi terus berlanjut, menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan memaksa warga sipil mengungsi.

Hingga saat ini, dilaporkan sedikitnya 33 orang tewas akibat pertempuran tersebut. Selain itu, sekitar 200 warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan di tempat lain.

Di tengah situasi yang memanas, ada sinyal positif terkait upaya perdamaian. Thailand dan Kamboja menyatakan kesiapan untuk membuka pembicaraan gencatan senjata. Hal ini menyusul intervensi dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Trump secara langsung menelepon pejabat dari kedua negara pada Sabtu (26/7/2025) dan meminta agar konflik segera dihentikan. Langkah ini diambil mengingat adanya kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap barang-barang dari kedua negara tersebut.

“Trump mengultimatum Thailand dan Kamboja untuk segera menghentikan perang jika ingin melanjutkan negosiasi soal tarif impor dengan Washington,” demikian laporan yang menyebutkan pernyataan Trump.

Sebagai catatan, Amerika Serikat memberlakukan tarif impor sebesar 36 persen terhadap barang-barang dari Thailand dan Kamboja. Kebijakan ini sama dengan tarif yang diterapkan pada sejumlah negara lain. Ketegangan militer yang berkelanjutan dikhawatirkan akan memperburuk hubungan ekonomi kedua negara dengan AS.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI