Keracunan Massal MBG: Siapa Paling Bertanggung Jawab Atas Nyawa Korban ?

Keracunan Massal MBG Siapa Paling Bertanggung Jawab Atas Nyawa Korban

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan utama setelah serangkaian kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Kejadian di Kabupaten Bandung Barat bahkan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), memicu pertanyaan krusial tentang siapa yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Gizi Nasional (BGN), akhirnya angkat bicara, menjelaskan alur penanganan dan pengawasan program prioritas ini.

Sorotan publik kini tertuju pada mekanisme penanganan dan pengawasan program MBG. Pemerintah berupaya memberikan kejelasan terkait tanggung jawab dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi permasalahan yang muncul.

Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Penanganan Keracunan MBG

Peran Pemda dalam Penanganan Kasus

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah daerah (pemda) memiliki peran kunci dalam menangani kasus keracunan makanan MBG. Pemda menjadi garda terdepan dalam penanganan insiden, mengingat akses mereka terhadap fasilitas medis dan tenaga kesehatan.

“Yang merawat mereka pasti, kalau terjadi insiden yang pertama kali adalah dari otoritas daerah setempat seperti pemda,” ujar Mendagri Tito.

Kesiapan Pemda dan Satgas Daerah

Pemda memiliki tanggung jawab utama dalam memberikan respons awal terhadap kasus keracunan, termasuk menyediakan akses ke rumah sakit, ambulans, tenaga kesehatan, dan sistem darurat. BGN juga telah membentuk satuan tugas (satgas) di setiap daerah untuk membantu penanganan dan pengawasan program.

“Pemda punya rumah sakit, punya ambulans, kemudian punya tenaga kesehatan, sistem emergency. Jadi, respons awal harus dilakukan otoritas daerah,” imbuhnya.

Koordinasi BGN dan Pemda

Meskipun pemda bertanggung jawab dalam penanganan awal, pengambilan keputusan tetap berada di tangan BGN. BGN bekerja sama dengan pemda, terutama di daerah-daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal), untuk memastikan pelaksanaan program berjalan dengan baik.

“Prinsip utamanya, daerah itu hanya ingin membantu, tapi pengambil keputusannya tetap dari BGN. Ada 62 daerah-daerah 3T yang BGN akan bekerja sama pemda, kami fasilitasi dan untuk daerah-daerah lain, yang di luar daerah-daerah terpencil, sebetulnya juga sudah dibuat satgas-satgas yang tugasnya membantu BGN,” paparnya.

Penyebab Keracunan dan Tanggung Jawab BGN

SOP yang Tidak Dijalankan

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus keracunan disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP). Baik mitra maupun tim internal BGN, termasuk kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan, dinilai lalai dalam menjalankan SOP yang telah ditetapkan.

Pengakuan Kesalahan dan Tanggung Jawab

BGN mengakui adanya kekurangan dalam pengawasan dan menyatakan bertanggung jawab atas insiden keamanan pangan yang terjadi. BGN juga berkomitmen untuk menanggung biaya perawatan korban keracunan makanan MBG.

“Tetapi kesalahan tidak bisa menimpakan kepada mereka, kesalahan terbesar ada pada kami, berarti kami masih jurang pengawasannya. Jadi, ya sudah lah pokoknya kami mengaku salah atas apa yang terjadi soal insiden keamanan pangan ini,” kata Nanik.

Nanik menyampaikan permohonan maaf atas nama BGN dan seluruh SPPG di Indonesia, serta menekankan komitmen untuk mewujudkan generasi emas melalui program MBG.

“Dari hati saya terdalam, saya mohon maaf atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG di Indonesia, saya mohon maaf,” tegasnya.

“Niat kami, nawaitu kami, nawaitu Presiden adalah ingin membantu anak-anak terpenuhi gizinya agar menjadi generasi emas,” imbuhnya.

Kasus Keracunan dan Alergi: Perbedaan yang Perlu Dipahami

Pentingnya Identifikasi Penyebab Keracunan

Nanik menekankan pentingnya identifikasi penyebab keracunan. Jika makanan terbukti menyebabkan keracunan, maka makanan tersebut tidak akan digunakan lagi di wilayah tersebut.

Perbedaan Keracunan dan Alergi

Nanik menjelaskan bahwa kasus yang terjadi tidak selalu disebabkan oleh keracunan, melainkan juga bisa disebabkan oleh alergi. Beberapa contoh alergi yang mungkin dialami penerima manfaat MBG termasuk alergi terhadap udang atau mayones.

“Alergi dan keracunan ini tumpang tindih. Tidak semua hal itu dugaan keracunan, tapi ada hal karena alergi, misalnya udang bahkan alergi mayonaise,” terangnya.

Upaya Antisipasi BGN terhadap Alergi

BGN telah melakukan pendataan alergi kepada siswa calon penerima manfaat MBG untuk mengantisipasi masalah alergi. Namun, ada kemungkinan beberapa sekolah terlewat dalam pendataan tersebut. Hasil investigasi BGN menunjukkan bahwa tidak semua kasus disebabkan oleh keracunan, tetapi juga karena alergi.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI