Kenaikan Dana Reses DPR Rp702 Juta: Transparansi Hilang, Anggaran Buntung di Tengah Kritik Pedas.

Kenaikan Dana Reses DPR Rp702 Juta Transparansi Hilang Anggaran Buntung di Tengah Kritik Pedas

Kenaikan dana reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menjadi sorotan publik. Isu ini muncul setelah beredar informasi mengenai peningkatan dana reses per anggota yang hampir dua kali lipat dari sebelumnya. Kenaikan ini memicu pertanyaan mengenai transparansi penggunaan anggaran negara.

Di tengah sorotan tajam, pimpinan DPR memberikan klarifikasi bahwa kenaikan tersebut bukanlah tunjangan tambahan, melainkan penyesuaian untuk kebutuhan kerja di lapangan. Reses sendiri adalah masa jeda sidang bagi anggota dewan untuk turun ke daerah pemilihan dan berdialog dengan masyarakat. Namun, transparansi mekanisme dan laporan hasil reses selama ini menjadi sorotan karena dianggap kurang terbuka.

Kenaikan Dana Reses: Penjelasan dan Fakta

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan alasan kenaikan dana reses. Menurutnya, kenaikan ini terjadi karena adanya penambahan indeks dan jumlah titik, sehingga dana reses menjadi Rp702 juta per orang. Usulan ini sudah diajukan sejak Januari 2025 dan disetujui oleh Kementerian Keuangan pada Mei 2025.

Penjelasan DPR: Bukan Penambahan, Tapi Penyesuaian

Dasco menegaskan bahwa penambahan dana tersebut bukan kenaikan tunjangan, melainkan penyesuaian berdasarkan kebutuhan kegiatan di daerah. Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan reses tidak dilakukan setiap bulan, melainkan hanya empat atau lima kali dalam setahun, tergantung pada agenda. Oleh karena itu, kenaikan dana ini lebih disebabkan oleh penambahan indeks dan titik kegiatan.

Dasco juga menyampaikan bahwa DPR sedang menyiapkan aplikasi agar masyarakat dapat memantau kegiatan reses. Aplikasi ini akan menampilkan informasi mengenai anggota DPR, partai, dan titik-titik reses. Laporan kegiatan juga akan diunggah secara wajib.

Transparansi yang Dipertanyakan

Penjelasan dari DPR ini belum sepenuhnya diterima publik. Anggota Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai transparansi dalam kegiatan reses masih menjadi masalah. Ia mengatakan bahwa informasi mengenai reses dan kunjungan ke daerah pemilihan seperti “informasi hantu” karena hasil kegiatan jarang dilaporkan ke publik.

Lucius juga khawatir bahwa kurangnya transparansi dapat membuka peluang penyalahgunaan dana. Ia mencontohkan kemungkinan anggota DPR yang tidak menjalankan reses, tetapi justru memanfaatkan dana tersebut untuk keperluan pribadi.

Regulasi dan Pengawasan

Mekanisme reses diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Aturan tersebut menyatakan bahwa anggota DPR berhak atas dukungan keuangan dan administrasi untuk pelaksanaan reses.

Namun, tanpa sistem pelaporan yang transparan, dana besar untuk reses berpotensi disalahartikan publik. Usulan Dasco mengenai aplikasi pemantau kegiatan DPR menjadi ujian nyata bagi komitmen keterbukaan lembaga legislatif.

Berikut adalah pernyataan dari Sufmi Dasco Ahmad:

“Periode 2024-2029 (uang reses naik) karena ada penambahan indeks dan jumlah titik, itu jadi Rp702 juta. Sudah diusulkan dari Januari 2025, tapi baru disetujui Mei 2025 oleh Kementerian Keuangan,”

Berikut adalah pernyataan dari Lucius Karus:

“Segala hal soal reses dan kunjungan ke dapil itu seperti informasi hantu di DPR. Agendanya ada, tapi hasilnya tak pernah dilaporkan ke publik,”

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI