Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera berhasil memenangkan sidang praperadilan yang diajukan oleh BS (49). Gugatan ini berkaitan dengan penetapan tersangka dan penyitaan barang bukti dalam kasus penebangan liar di areal PHAT SD, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Keputusan pengadilan negeri Koto Baru pada 17 November 2025 menolak seluruh permohonan praperadilan BS. Hakim Tunggal Rizky Kurnia Eka Putra, S.H., membacakan putusan tersebut. Sidang dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN Kbr ini berlangsung dari 11 hingga 17 November 2025, dengan dihadiri oleh kuasa hukum kedua belah pihak.
Penetapan Tersangka Dianggap Sah
BS mengajukan praperadilan setelah kasus penebangan pohon tanpa izin yang ditanganinya ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Direktorat Jenderal Gakkum melalui Balai Gakkum Sumatera pada 23 Agustus 2025. Lokasi kejadian berada di Jorong Sariak Bayang, Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti. Puncaknya, pada 17 Oktober 2025, BS secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menegaskan bahwa penetapan tersangka telah sesuai dengan semua aspek formal hukum acara pidana.
Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka didasarkan pada lebih dari dua alat bukti yang sah, sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016.
Hari Novianto menambahkan, “Praperadilan ini menjadi tantangan tersendiri karena kami harus membuktikan seluruh proses penyidikan berjalan sesuai aturan.”
Ditjen Gakkum tidak hanya mengandalkan bukti tertulis dan ilmiah, tetapi juga menghadirkan para ahli untuk memberikan keyakinan kepada hakim.
Temuan Penebangan Ilegal dan Barang Bukti
Kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai aktivitas penebangan pohon di kawasan hutan primer yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air di hulu Batang Sungai Bayang. Aktivitas ilegal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan banjir di wilayah hilir, tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Balai Gakkum Sumatera melancarkan Operasi Pembalakan Liar pada 3 Agustus 2025. Saat berada di lapangan, tim menemukan adanya penebangan pohon, baik di dalam maupun di luar kawasan PHAT SD. Lima Tempat Penimbunan Kayu (TPK) ditemukan berisi ratusan batang kayu bulat tanpa barcode.
Lebih lanjut, dua unit alat berat, yaitu bulldozer dan excavator, turut ditemukan di lokasi. Alat-alat ini diduga kuat digunakan untuk menarik kayu serta membuat jalan sarad dan jalan logging.
Di TPK Transit PHAT SD, tim juga mendapati aktivitas pemuatan kayu bulat menggunakan lima truk fuso. Truk-truk tersebut telah dilengkapi dengan barcode dan dokumen Sah.
Barang bukti yang berhasil disita meliputi 152 batang kayu/log, sejumlah dokumen terkait kayu, dua unit excavator, dan satu unit bulldozer.
Pemeriksaan lapangan oleh penyidik menemukan dugaan penebangan di luar kawasan PHAT seluas kurang lebih 83,31 hektare. Selain itu, pengangkutan kayu bulat yang dilakukan mencapai 11.299,81 meter kubik, jumlah ini jauh melebihi angka yang tertera pada Laporan Capaian Hasil (LCH), yang seharusnya hanya 7.012,21 meter kubik.
Berdasarkan alat bukti yang dinilai cukup, penyidik menetapkan SD (60) dan BS (49) sebagai tersangka. Mereka dikenakan sangkaan Pasal 78 ayat (6) jo Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang Kehutanan, yang telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja, beserta peraturan turunannya.
Komitmen Menjaga Kelestarian Hutan Sumatera Barat
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan komitmen negara untuk terus hadir menjaga kelestarian hutan primer dan kawasan lindung di Sumatera Barat.
Ia menekankan pentingnya ekosistem hutan di Kabupaten Solok sebagai daerah tangkapan air. Dwi Januanto Nugroho menegaskan, “Penanganan perkara ini menunjukkan komitmen pemerintah menjaga kelestarian hutan dan mencegah kerusakan lingkungan yang dapat mengancam keselamatan masyarakat.”