**DPR Sahkan Revisi UU Kepariwisataan, Dorong Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan**
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengukuhkan langkah penting dalam mengembangkan sektor pariwisata Indonesia. Dalam Rapat Paripurna Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, yang berlangsung di Kompleks Parlemen pada Kamis (2/10/2025), DPR secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Keputusan ini membuka jalan bagi pengesahan undang-undang yang diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam industri pariwisata tanah air.
Persetujuan ini menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah untuk memperkuat dan mengembangkan sektor pariwisata. Revisi UU ini diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi, serta memberikan landasan hukum yang kuat untuk pembangunan pariwisata yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan. Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan pariwisata sebagai pilar utama pembangunan nasional.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menekankan bahwa regulasi baru ini akan menjadi fondasi penting bagi pengembangan pariwisata nasional. Pengembangan pariwisata akan berkualitas, inklusif, adaptif, inovatif, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Widiyanti Putri Wardhana memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi sektor pariwisata Indonesia. Tantangan tersebut mencakup degradasi lingkungan, keterbatasan amenitas, kualitas layanan yang rendah, kurangnya keterampilan SDM, dan minimnya manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.
Revisi UU ini diharapkan mampu mengatasi tantangan tersebut sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pembangunan pariwisata.
Substansi utama dari undang-undang ini memperkenalkan paradigma baru berupa ekosistem kepariwisataan. Pendekatan ini mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kesadaran sadar wisata sejak dini, perencanaan berbasis ekosistem, dan pemberdayaan masyarakat melalui desa dan kampung wisata.
Selain itu, undang-undang ini mengatur pembangunan sarana dan prasarana yang lebih baik. Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi fokus utama. Serta pengelolaan destinasi terpadu dan promosi pariwisata berbasis budaya, seni, dan diaspora. Kolaborasi internasional juga akan ditingkatkan.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyampaikan pandangannya mengenai perubahan ini. Ia menekankan pentingnya pariwisata sebagai instrumen pembangunan peradaban dan penguatan identitas nasional. Bukan semata-mata sebagai eksploitasi sumber daya alam.
“Revisi ini menempatkan pariwisata sebagai instrumen pembangunan peradaban dan penguatan identitas nasional, bukan sekadar pemanfaatan sumber daya,” ujar Saleh Partaonan Daulay.
Dengan disetujuinya RUU ini secara aklamasi, naskah akan segera disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk disahkan. Sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, jika Presiden tidak menandatangani dalam waktu 30 hari, RUU tersebut secara otomatis akan berlaku sebagai undang-undang.