Kualitas udara Jakarta dan sekitarnya masih jauh dari ideal, bahkan cenderung buruk. Pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen-LH), gencar berupaya memperbaiki kondisi ini. Salah satu strategi kunci yang diterapkan adalah penegakan aturan uji emisi kendaraan bermotor.
Baru-baru ini, Pemprov DKI Jakarta menindak tegas 12 kendaraan angkutan barang dan penumpang (kategori N dan O) yang melanggar aturan uji emisi. Pelanggar dikenakan sanksi tindak pidana ringan (tipiring) dengan denda mencapai Rp 8 juta. Langkah tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera.
“Berikutnya supaya dicontoh daerah-daerah lainnya,” ujar Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kemen-LH, Rasio Ridho Sani. Ia menekankan pentingnya penerapan serupa di kota-kota besar lain seperti Semarang dan Surabaya. Sanksi tipiring ini didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda), namun Kemen-LH juga memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi lewat undang-undang yang berlaku.
Pemerintah saat ini fokus pada pengendalian kualitas udara di Jakarta, mengingat jumlah penduduknya yang sangat besar. Rasio menjelaskan bahwa pemantauan kualitas udara dilakukan di 19 stasiun di Jakarta dan sekitarnya. Data terbaru menunjukkan kondisi memprihatinkan.
Dari data pemantauan pada 1 Januari hingga 14 Agustus 2025, sebanyak 17 stasiun menunjukkan kualitas udara kategori kuning (tidak sehat). Dua stasiun lainnya menunjukkan indikator sedang. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Misalnya, stasiun pemantauan di Bundaran HI mencatat 41 hari dengan kualitas udara tidak sehat, sementara stasiun di Bekasi mencatat lebih dari 50 hari dalam periode yang sama.
Kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama polusi udara di Jakarta, berkontribusi antara 31-57 persen. “Kemudian proses pembakaran di tungku yang dilakukan industri,” tambah Rasio. Oleh karena itu, sanksi tidak hanya ditujukan kepada pemilik kendaraan yang melanggar, tetapi juga kepada industri yang melakukan pelanggaran emisi.
“Dengan adanya tipiring dan denda sampai Rp 8 juta itu, diharapkan memunculkan efek jera,” jelas Rasio. Harapannya, langkah ini mendorong kesadaran masyarakat untuk rutin melakukan uji emisi kendaraan mereka. Kendaraan yang tidak lulus uji emisi akan dilarang beroperasi di jalan raya.
Selain penegakan hukum, upaya lain yang dilakukan pemerintah meliputi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga kualitas udara. Program-program penghijauan dan pengembangan transportasi publik juga terus digencarkan. Kerjasama lintas sektoral juga sangat krusial untuk mengatasi permasalahan kompleks ini.
Kemen-LH juga berencana untuk meningkatkan kapasitas pemantauan kualitas udara dengan menambah jumlah stasiun pemantauan dan memperkuat teknologi yang digunakan. Data yang lebih akurat dan komprehensif akan membantu dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif.
Pemerintah juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait untuk memastikan konsistensi pelaksanaan program-program peningkatan kualitas udara. Pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Perbaikan kualitas udara membutuhkan komitmen bersama dari semua pihak.
Tinggalkan komentar