Bupati Pati, Sudewo, menuai kontroversi setelah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% pada 5 Agustus 2025. Kenaikan ini, yang pertama dalam 14 tahun, diputuskan setelah rapat dengan kepala desa (PASOPATI). Tujuannya, menurut Sudewo, adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mendukung pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
“Kami berkoordinasi untuk membicarakan soal penyesuaian Pajak Bumi Bangunan. Kesepakatannya itu sebesar kurang lebih 250 persen karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik,” ujar Sudewo dalam keterangan tertulis di laman humas.patikab.go.id. Keputusan ini segera memicu gelombang protes dari masyarakat.
Pernyataan Bupati Sudewo yang menantang warga dengan mengatakan, “Silahkan bawa 50 ribu pendemo, saya tidak akan gentar,” membuat amarah publik semakin membesar. Video pernyataan tersebut viral di media sosial, memicu kecaman luas di berbagai platform, termasuk TikTok dan Twitter.
Protes masyarakat berujung pada pembentukan posko donasi, yang kemudian dibubarkan oleh Satpol PP. Aksi pengamanan logistik di posko, berupa kardus berisi air mineral, memicu bentrokan verbal antara warga dan aparat penegak hukum, semakin menyulut emosi publik.
Rencana demonstrasi besar-besaran pada 13-14 Agustus 2025 pun mengemuka. Warga menuntut peninjauan ulang kebijakan kenaikan PBB, menginginkan transparansi dan dialog terbuka dari pemerintah daerah. Mereka menilai kebijakan tersebut memberatkan warga miskin pedesaan dan UMKM, terutama sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Pati.
Namun, demonstrasi tersebut akhirnya dibatalkan. Yayak Gundul, Koordinator Gerakan Pati Bersatu, menyatakan pembatalan aksi tersebut setelah pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat. Informasi ini disampaikan melalui akun Instagram @humaspati.
Menanggapi tekanan publik yang begitu besar, Bupati Sudewo akhirnya membatalkan kebijakan kenaikan PBB-P2 pada 8 Agustus 2025. Informasi ini disampaikan melalui akun Instagram resmi Pemkab Pati, @humaspati.
“Bagi yang sudah terlanjur membayar, selisihnya akan dikembalikan oleh pemerintah, teknisnya akan diatur oleh BPKAD bersama kepala desa,” jelas Sudewo. Pemerintah Kabupaten Pati akan mengembalikan selisih pembayaran PBB kepada warga yang telah membayar dengan tarif baru. Teknis pengembalian akan diatur oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bersama kepala desa setempat.
Langkah ini menunjukkan respon pemerintah daerah terhadap tekanan publik. Meskipun awalnya bersikap tegas, akhirnya pemerintah daerah memutuskan untuk mencabut kebijakan yang kontroversial tersebut. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya dialog dan transparansi dalam pengambilan kebijakan publik, khususnya yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Ke depan, diharapkan pemerintah daerah lebih memperhatikan aspirasi dan dampak kebijakan terhadap seluruh lapisan masyarakat sebelum mengambil keputusan.
Pemkab Pati perlu melakukan evaluasi menyeluruh atas proses pengambilan keputusan kenaikan PBB tersebut. Transparansi dan partisipasi publik sejak awal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan sangat penting untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Hal ini juga dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.