Tragedi pilu menyelimuti Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada Senin, 29 September 2025, bangunan asrama putra pesantren tersebut ambruk, menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban, santri, dan masyarakat sekitar. Musibah ini terjadi saat para santri tengah menunaikan salat Asar berjamaah, menambah kepedihan atas hilangnya nyawa dan luka yang diderita.
Ratusan santri menjadi korban dalam insiden memilukan ini. Proses evakuasi dan pencarian korban terus dilakukan oleh tim SAR gabungan yang terdiri dari berbagai unsur. Hingga Sabtu, 4 Oktober 2025, data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan dampak yang sangat menyakitkan.
BNPB mencatat bahwa musibah ini merenggut 14 nyawa.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan rincian korban. “Dari jumlah tersebut, 103 orang dinyatakan selamat, 14 meninggal dunia, dan satu orang telah kembali ke rumah tanpa memerlukan perawatan medis lebih lanjut,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Sebanyak 14 orang masih dirawat di rumah sakit, 89 orang sudah diperbolehkan pulang, dan satu korban dirujuk ke rumah sakit di Mojokerto.”
Namun, duka belum sepenuhnya berakhir. Berdasarkan data absensi pondok, 49 santri lainnya masih dinyatakan hilang dan dalam proses pencarian. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD, TNI-Polri, PMI, Tagana, Damkar, serta relawan terus berupaya mencari keberadaan mereka.
Abdul Muhari menekankan pentingnya dukungan dari semua pihak. “Proses pencarian dan evakuasi masih terus dilakukan dengan dukungan penuh dari semua pihak,” tambahnya.
Bangunan yang ambruk tersebut ternyata baru saja selesai diperbaiki. Pengasuh Ponpes Al Khoziny, Abdul Salam Mujib, mengungkapkan bahwa pengecoran atap lantai tiga baru selesai dilakukan pada hari kejadian.
“Proses pengecoran dilakukan sejak pagi dan selesai sekitar pukul 12.00 WIB,” ujar Salam.
Rencananya, lantai pertama akan digunakan sebagai tempat ibadah, sementara lantai dua dan tiga akan berfungsi sebagai balai pertemuan dan asrama santri. Renovasi gedung telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir. Ambruknya bangunan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian renovasi pondok pesantren.
Salam menduga struktur bangunan tidak kuat menahan beban setelah pengecoran.
“Saya menduga struktur bangunan tidak kuat menahan beban setelah pengecoran. Mungkin itu yang menyebabkan gedung ambruk,” katanya.
Saksi mata menceritakan detik-detik musibah. Para santri sedang melaksanakan salat Asar berjamaah di lantai dua yang difungsikan sebagai musala. Bangunan sempat bergoyang sebelum akhirnya runtuh.
Ketika rakaat kedua dimulai, bagian ujung musala tiba-tiba runtuh dan merembet ke bagian bangunan lainnya. Seluruh struktur lantai dua dan tiga roboh, menimpa jamaah di bawahnya. Suasana panik pun pecah, para santri berusaha menyelamatkan diri dari reruntuhan. Tim penyelamat segera melakukan evakuasi terhadap korban.
Tragedi ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap proses pembangunan dan renovasi gedung, terutama di lingkungan pendidikan dan keagamaan. Pemerintah daerah bersama BNPB dan Kementerian PUPR tengah melakukan investigasi awal untuk memastikan penyebab pasti ambruknya bangunan.
Abdul Muhari menyampaikan pesan penting. “Yang terpenting sekarang adalah penyelamatan korban dan memastikan peristiwa serupa tidak terulang kembali,” ujarnya.
Duka mendalam masih menyelimuti keluarga para santri dan masyarakat sekitar. Harapan besar dipanjatkan agar seluruh korban yang belum ditemukan segera bisa dievakuasi dan keluarga diberikan kekuatan menghadapi cobaan ini.