Serbuan Ratusan Anak di DPR: Polda Metro Ungkap Fakta Mengejutkan

Serbuan Ratusan Anak di DPR Polda Metro Ungkap Fakta Mengejutkan

Aksi Demo Ricuh di Depan Gedung DPR: 196 Pelajar Terjaring Razia!

Kericuhan menandai aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (25/8). Polda Metro Jaya mengamankan 351 orang, mengejutkan, 196 di antaranya adalah anak di bawah umur. Mereka berasal dari berbagai daerah, termasuk Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan Sukabumi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa polisi awalnya mengedepankan pendekatan persuasif. Namun, kelompok lain bertindak anarkis, merusak fasilitas umum dan menyerang petugas. “Komitmen Bapak Kapolda Metro Jaya jelas, setiap masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat akan kami layani dan amankan. Namun ada pihak lain di luar massa penyampai pendapat yang justru melakukan perusakan dan penyerangan,” ungkap Ade Ary, Selasa (26/8).

Kerusakan yang ditimbulkan cukup signifikan. Kelompok perusuh merusak separator busway, pagar Gedung DPR, melempari kendaraan di jalan tol, dan menyerang aparat keamanan. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo, memimpin pengamanan dan telah melakukan berbagai imbauan persuasif sebelum akhirnya melakukan penertiban.

Hasil tes urine menunjukkan fakta mengejutkan: tujuh orang dewasa positif narkoba, enam pengguna sabu dan satu pengguna benzo. Kasus ini ditangani Direktorat Narkoba. Polisi menduga banyak anak-anak yang terlibat karena ajakan melalui media sosial.

“Kami imbau orang tua lebih mengawasi anak-anaknya agar tidak mudah terprovokasi ajakan-ajakan di medsos. Aksi unjuk rasa bukan tempat bagi pelajar,” tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya. Semua anak yang diamankan telah dipulangkan kepada orang tua mereka.

KPAI: Pelajar Tak Boleh Ikut Aksi Politik!

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria, menyayangkan banyaknya pelajar yang terlibat dalam aksi tersebut. “Jumlahnya cukup besar, ada 196 anak. Mereka sebagian besar ikut karena ajakan teman atau media sosial, tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ini tentu merampas waktu belajar dan masa depan mereka,” jelasnya.

Sylvana menekankan perlunya penyelidikan akar masalah keterlibatan anak dalam aksi massa dan mengajak semua pihak untuk melindungi anak dari aktivitas politik jalanan. Ia berharap anak-anak menyalurkan aspirasi melalui jalur yang benar dan konstruktif, bukan melalui aksi berisiko.

“Kami berharap anak-anak bisa menyalurkan aspirasi dengan cara yang benar, di keluarga, di sekolah, atau forum resmi yang sesuai. Mereka harus belajar menyampaikan pendapat secara positif dan konstruktif, bukan ikut-ikutan dalam aksi yang berisiko,” ucap Sylvana.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI