Pemangkasan Anggaran Daerah Rp214 Triliun: Sri Mulyani Diperiksa DPR

Pemangkasan Anggaran Daerah Rp214 Triliun Sri Mulyani Diperiksa DPR

Komisi XI DPR RI menyatakan keprihatinan mendalam atas pengurangan drastis anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Penurunan sebesar Rp 214 triliun atau 24,7 persen, menjadi Rp 650 triliun, dinilai sebagai yang terbesar sepanjang sejarah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pembangunan daerah.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic, mengungkapkan keheranannya atas penurunan signifikan ini. Ia menekankan bahwa ini merupakan rekor penurunan terbesar sepanjang sejarah transfer anggaran ke daerah. “Yang memegang rekor dunia ini adalah Transfer ke Daerah, turun 24,7 persen. Penurunan terbesar sepanjang sejarah transfer ke daerah dalam APBN,” tegas Dolfie dalam rapat kerja.

Dolfie menduga adanya pergeseran anggaran yang signifikan ke pemerintah pusat. Ia mempertanyakan alokasi dana tersebut dan menuntut transparansi. “Dimana belanja pemerintah pusat angka ini masuk? Sebagian besar masuk di BA BUN lainnya,” tanyanya. Ketidakjelasan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

Data DPR menunjukkan peningkatan signifikan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) tahun 2026, mencapai Rp 525 triliun dari sebelumnya Rp 358 triliun. Angka ini mengundang kritik karena dikelola langsung oleh pemerintah tanpa pembahasan bersama DPR. Praktek ini dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Dolfie menyoroti kurangnya keterlibatan DPR dalam mencermati penggunaan BA BUN yang bahkan dihapus dalam RUU APBN 2026. “Rp 525 triliun yang digunakan direncanakan sendiri, digunakan sendiri, tanpa dibahas bersama DPR. Katanya kita mau transparan, accountable,” ujarnya. Ketidakhadiran pengawasan DPR dalam pengelolaan anggaran sebesar ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyimpangan.

Ia menilai hal ini sebagai ketidakadilan dan ketidakpatutan. Pemerintah dinilai terlalu leluasa mengelola anggaran yang besar tanpa pengawasan yang memadai. “Artinya apa Rp 525 triliun ini, pemerintah sendiri menggunakan untuk apa aja silakan. Nah ini yang menurut saya tidak memiliki rasa keadilan dan kepatutan,” tegasnya kembali.

Dolfie mendesak pemerintah untuk menetapkan kriteria dan syarat yang jelas dalam pembahasan besaran BA BUN. Ia menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada diskresi pemerintah dalam pengelolaan anggaran yang sangat besar ini. Hal ini penting untuk memastikan penggunaan anggaran yang efisien, efektif, dan akuntabel demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih lanjut, perlu dikaji dampak penurunan TKD terhadap program-program pembangunan di daerah. Pemerintah perlu menjelaskan secara detail rencana penggunaan BA BUN yang meningkat signifikan tersebut. Transparansi dan keterbukaan informasi sangat diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan anggaran dan meningkatkan kepercayaan publik. Mekanisme pengawasan yang lebih ketat juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran negara.

Ancaman terhadap program-program pembangunan daerah juga perlu diantisipasi. Pemerintah pusat perlu memberikan jaminan bahwa pengurangan TKD tidak akan menghambat pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor penting lainnya di daerah. Komunikasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam memastikan keberlangsungan pembangunan di seluruh Indonesia.

Potensi penurunan kualitas layanan publik di daerah juga menjadi perhatian serius. Dengan berkurangnya anggaran transfer, daerah mungkin mengalami kesulitan dalam menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang memadai. Hal ini bisa berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat di daerah. Pemerintah perlu memberikan solusi konkret untuk mengantisipasi hal ini.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI