Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo terus bergulir. Hingga saat ini, 20 prajurit TNI AD telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan Prada Lucky meninggal dunia. Salah satu tersangka bahkan berpangkat perwira.
Angkatan Darat menjelaskan bahwa banyaknya tersangka disebabkan karena peristiwa penganiayaan tersebut terjadi dalam rentang waktu beberapa hari, bukan hanya dalam satu kejadian. Proses pembinaan yang berujung pada penganiayaan pun dilakukan secara bertahap dan melibatkan beberapa prajurit.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menjelaskan kronologi peristiwa tersebut. “Pembinaan itu dilakukan kepada beberapa personel, termasuk korban, dan dilaksanakan dalam beberapa rentang waktu. Sehingga kemarin juga kami perlu waktu, tim penyidik dari Polisi Militer Kodam Udayana perlu waktu, untuk melaksanakan pemeriksaan,” ujar Brigjen Wahyu kepada awak media.
Pernyataan Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa investigasi membutuhkan waktu karena kompleksitas kasus yang melibatkan banyak prajurit dan rentang waktu kejadian yang panjang. Proses pemeriksaan pun harus menyeluruh agar setiap individu yang bertanggung jawab dapat dikenai sanksi yang tepat.
Lebih lanjut, Brigjen Wahyu menambahkan bahwa pembinaan yang berujung pada kekerasan tersebut dilakukan oleh beberapa prajurit dari Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere, satuan asal Prada Lucky. Pemeriksaan terhadap para tersangka terus berlanjut untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarga.
“Harus betul-betul menyeluruh pemeriksaannya, sehingga betul-betul bisa diambil langkah-langkah yang tepat kepada orang yang tepat. Sehingga pertanggungjawaban itu dapat ditegakkan, evaluasi dan perbaikan juga dapat dilaksanakan untuk masa yang akan datang,” tegas Brigjen Wahyu.
TNI AD berkomitmen untuk menjatuhkan sanksi kepada setiap prajurit yang terbukti bertanggung jawab atas kematian Prada Lucky. Proses hukum akan berjalan sesuai prosedur, dan setiap peran serta pasal yang dikenakan akan ditentukan secara tepat. “Dan nanti, siapa perannya apa, pasal yang diterapkan apa, itu betul-betul tepat,” tegasnya kembali.
Prada Lucky meninggal dunia pada Rabu, 6 Agustus 2025, setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat luka-luka serius yang dideritanya. Luka-luka tersebut merupakan hasil dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh seniornya di kesatuan. Korban mengalami sejumlah luka baik di bagian luar maupun dalam tubuh.
Investigasi atas kasus ini masih terus berlanjut. Pihak TNI AD berjanji akan mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan tertegak bagi Prada Lucky dan keluarganya. Selain itu, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran berharga agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Proses evaluasi dan perbaikan sistem pembinaan di lingkungan TNI AD pun akan dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelanggaran disiplin di masa depan.
Sebagai tambahan informasi, kasus ini memicu sorotan publik terkait budaya kekerasan di lingkungan militer. Pentingnya pembinaan yang humanis dan berfokus pada peningkatan kemampuan prajurit tanpa unsur kekerasan menjadi isu krusial yang perlu diperhatikan. Kejadian ini juga menggarisbawahi perlunya pengawasan yang ketat dan mekanisme pelaporan yang efektif untuk mencegah tindak kekerasan serupa terjadi di masa depan. Semoga kasus ini menjadi momentum perubahan menuju lingkungan militer yang lebih manusiawi dan profesional.
Tinggalkan komentar