Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyatakan bahwa surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah diterima Ketua MPR RI, Ahmad Muzani. “Yang saya dengar sudah sampai di meja Ketua MPR,” ungkap HNW usai diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Namun, karena parlemen sedang dalam masa reses, surat tersebut belum ditindaklanjuti. HNW menyerahkan sepenuhnya proses selanjutnya kepada pimpinan MPR. “Akan Tetapi, sekarang lagi reses… Karena ditujukan kepada beliau, tentu kami para pimpinan menunggu tentang kapan surat ini akan dibahas,” jelasnya.
HNW menekankan bahwa MPR baru dapat memproses usulan pemakzulan setelah ada inisiatif dari DPR. “MPR baru bisa melakukan itu atas usulan DPR, ‘kan juga ada usulan untuk DPR. Nah, jadi mungkin MPR pun juga menunggu kapan DPR bersidang untuk membahas apa yang menjadi usulan,” tuturnya. Proses pemakzulan, menurutnya, masih panjang dan akan melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Proses Pemakzulan Wakil Presiden: Mekanisme dan Tahapan
Proses pemakzulan Wakil Presiden di Indonesia diatur dalam konstitusi dan hukum yang berlaku. Secara garis besar, prosesnya dimulai dari adanya usulan pemakzulan, yang dalam kasus ini diajukan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Usulan tersebut kemudian diajukan ke DPR dan MPR.
Peran DPR sangat krusial dalam tahap awal. DPR akan menyelidiki dan memutuskan apakah usulan tersebut layak untuk dilanjutkan. Jika DPR menyetujui, maka usulan akan diteruskan ke MPR untuk dilakukan sidang istimewa. Sidang istimewa MPR ini merupakan tahap akhir dalam menentukan nasib Wakil Presiden yang diajukan untuk dimakzulkan. Keputusan MPR bersifat final dan mengikat.
Peran DPR dan MPR dalam Proses Pemakzulan
DPR memiliki wewenang untuk menyelidiki usulan pemakzulan dan memutuskan apakah ada cukup bukti untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Jika DPR menolak usulan tersebut, maka proses pemakzulan akan berhenti. Sebaliknya, jika disetujui, maka usulan akan diteruskan kepada MPR.
MPR kemudian akan mengadakan sidang istimewa untuk membahas usulan pemakzulan tersebut. Keputusan MPR untuk memberhentikan atau tidak memberhentikan Wakil Presiden harus berdasarkan pada persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam hukum. Keputusan MPR bersifat final dan mengikat.
Surat Usulan Pemakzulan dan Reaksi Pihak Terkait
Surat usulan pemakzulan yang diajukan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI ditujukan kepada Ketua MPR dan Ketua DPR. Surat tersebut ditandatangani oleh sejumlah purnawirawan tinggi TNI, termasuk Jenderal TNI Purn. Fachrul Razi, Marsekal TNI Purn. Hanafi Asnan, Jenderal TNI Purn. Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI Purn. Slamet Soebijanto. Surat tertanggal 26 Mei 2025 ini menjadi pemicu proses yang masih menunggu perkembangan selanjutnya.
Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto sebelumnya menyatakan bahwa belum ada rapat pimpinan MPR untuk membahas surat tersebut. “Begini kalau ada surat resmi masuk, ya pimpinan MPR itu ‘kan masuknya ke sekretariat. Di sekretariat itu kalau itu dianggap penting, baru dilakukan rapim, rapat pimpinan MPR untuk memutuskan bagaimana terhadap masukan surat tersebut begitu. Nah, ini rapimnya belum ada,” kata Bambang Pacul.
Kondisi reses parlemen saat ini menyebabkan proses tersebut tertunda. Meskipun surat telah sampai, proses lanjutan masih menunggu dimulainya masa sidang DPR dan selanjutnya akan berlanjut ke MPR jika DPR menyetujui usulan tersebut. “Apa pun keputusannya ‘kan DPR lebih dahulu. Setelah itu, baru ke MK (Mahkamah Konstitusi), MK balik ke DPR, DPR baru ke MPR. Jadi, masih panjang itu ya,” tambah HNW.
Proses pemakzulan Wakil Presiden merupakan proses yang panjang, kompleks, dan memerlukan kajian hukum yang mendalam. Proses ini akan terus menjadi sorotan publik hingga ada keputusan final dari lembaga terkait.
Tinggalkan komentar