Scroll untuk baca artikel
Teknologi

Ancaman Siber 2025-2026: Badai Menerjang Telekomunikasi, Siapkah Kita?

Avatar of Mais Nurdin
13
×

Ancaman Siber 2025-2026: Badai Menerjang Telekomunikasi, Siapkah Kita?

Sebarkan artikel ini
Ancaman Siber 2025 2026 Badai Menerjang Telekomunikasi Siapkah Kita

Sektor telekomunikasi global kini berada di titik krusial. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi canggih, bayang-bayang ancaman siber semakin mengintai. Laporan terbaru dari Kaspersky mengungkap tantangan besar yang akan dihadapi para operator seluler pada tahun 2025-2026.

Ancaman ini tak hanya berasal dari serangan DDoS dan ransomware yang sudah dikenal, tetapi juga dari risiko operasional yang muncul dari teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) hingga konektivitas satelit. Hal ini menuntut kesiapan dan langkah mitigasi yang matang dari seluruh pemangku kepentingan di industri telekomunikasi.

Ringkasan: Poin Penting

  • Prediksi Kaspersky: Tahun 2025-2026 menjadi periode krusial bagi operator telekomunikasi akibat ancaman siber yang meningkat.
  • Hampir 10% organisasi telekomunikasi menjadi korban serangan ransomware.
  • AI, Kriptografi Pasca-Kuantum (PQC), dan konektivitas satelit menjadi titik rawan keamanan baru.

Ransomware dan APT: Ancaman Nyata di Depan Mata

Data dari Kaspersky Security Network periode November 2024 hingga Oktober 2025 menunjukkan tingginya tingkat paparan ancaman siber di sektor telekomunikasi. Sekitar 12,79 persen pengguna menghadapi ancaman online, sementara 20,76 persen lainnya berhadapan langsung dengan ancaman pada perangkat mereka.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah fakta bahwa hampir 10 persen organisasi telekomunikasi di seluruh dunia, tepatnya 9,86 persen, menjadi korban serangan ransomware dalam setahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa pelaku kejahatan siber semakin gencar menargetkan sektor telekomunikasi.

Ilustrasi Ransomware. [Pixabay]
Ilustrasi Ransomware. [Pixabay]

Selain itu, aktivitas Advanced Persistent Threats (APT) juga terus mengintai, memanfaatkan celah tersembunyi untuk melakukan spionase jangka panjang. Serangan-serangan ini memanfaatkan posisi jaringan yang istimewa untuk mencuri data atau mengganggu operasional.

Transisi Teknologi: Peluang atau Jebakan?

Memasuki tahun 2026, Kaspersky menyoroti bahwa implementasi teknologi akan dilakukan secara luas, namun hal ini perlu diimbangi dengan kontrol keamanan yang ketat. Ada tiga area utama yang menjadi perhatian karena potensi kerawanannya:

Manajemen Jaringan Berbasis AI

Otomatisasi yang didukung oleh AI bertujuan mempermudah pekerjaan manusia. Namun, hal ini berisiko memperkuat kesalahan konfigurasi jika data yang digunakan tidak akurat atau menyesatkan. Hal ini memerlukan perhatian khusus dalam hal validasi data dan pengujian sistem.

Kriptografi Pasca-Kuantum (PQC)

Adopsi terburu-buru terhadap pendekatan hibrida pasca-kuantum diperkirakan akan memicu masalah interoperabilitas dan gangguan kinerja sistem. Dibutuhkan perencanaan matang untuk memastikan transisi yang aman dan efisien.

Integrasi 5G ke Satelit (NTN)

Perluasan layanan melalui jaringan non-terestrial (satelit) membuka pintu masuk baru bagi peretas untuk mengeksploitasi titik integrasi mitra. Hal ini menuntut peningkatan pengamanan pada seluruh rantai pasokan dan infrastruktur pendukung.

Pandangan Pakar: Keamanan Harus Jadi Prioritas Utama

Menanggapi situasi ini, Leonid Bezvershenko, peneliti keamanan senior di Kaspersky GReAT, menekankan pentingnya pendekatan komprehensif terhadap keamanan siber. Ia menyebutkan bahwa ancaman konvensional tidak akan hilang, melainkan akan berkolaborasi dengan teknologi baru.

Leonid Bezvershenko juga menyampaikan bahwa ancaman yang sudah ada, seperti kampanye APT, serangan rantai pasokan, hingga serangan DDoS, tidak akan hilang begitu saja.

“Ancaman yang mendominasi tahun 2025—kampanye APT, serangan rantai pasokan, hingga serangan DDoS—tidak akan hilang begitu saja,” ujar Leonid dalam keterangannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *