Scroll untuk baca artikel
Teknologi

Data Biometrik SIM Card: Operator Dilarang Simpan, Privasi Pengguna Terjamin?

Avatar of Mais Nurdin
105
×

Data Biometrik SIM Card: Operator Dilarang Simpan, Privasi Pengguna Terjamin?

Sebarkan artikel ini
Data Biometrik SIM Card Operator Dilarang Simpan Privasi Pengguna Terjamin

Pemerintah berencana menerapkan sensor wajah (face recognition) untuk registrasi kartu SIM mulai 1 Januari 2026. Kebijakan ini bertujuan untuk memberantas kejahatan digital yang kerap memanfaatkan nomor seluler sebagai sarana penipuan. Namun, rencana ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk pengamat telekomunikasi yang mengingatkan akan sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan.

Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, menekankan pentingnya pendekatan yang hati-hati dalam penerapan teknologi ini. Ia mengimbau agar operator seluler hanya melakukan verifikasi data biometrik wajah, bukan menyimpan data tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga privasi pengguna dan meminimalisir potensi penyalahgunaan data.

Sorotan Utama Terhadap Kebijakan Registrasi SIM dengan Sensor Wajah

Data Minimisasi dan Verifikasi, Bukan Penyimpanan

Heru Sutadi menegaskan bahwa mekanisme registrasi biometrik harus berprinsip pada data minimization.

“Mekanisme registrasi biometrik ini harus bersifat data minimization, yakni face recognition hanya digunakan untuk verifikasi (1:1 matching), bukan penyimpanan ulang oleh operator,”

Kesiapan Infrastruktur dan Data

Penerapan face recognition untuk registrasi kartu SIM memerlukan kesiapan menyeluruh, termasuk dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sebagai pemilik basis data biometrik nasional. Sebagian besar warga negara Indonesia telah memiliki data biometrik wajah yang terekam melalui e-KTP. Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi.

  • Tantangan Data: Masih ada penduduk, seperti lansia, disabilitas, masyarakat adat, dan migran internal, yang belum memiliki data biometrik atau datanya bermasalah.
  • Kualitas Data: Kualitas data yang diambil pada saat perekaman e-KTP (sekitar tahun 2014) dapat menyebabkan false rejection pada sistem face recognition.
  • Opsi Verifikasi Alternatif dan Layanan Pendukung

    Heru juga mengingatkan risiko exclusion error, yaitu ketika warga negara yang sah gagal mendaftar SIM karena keterbatasan sistem.

    “Karena itu, FR tidak boleh menjadi satu-satunya mekanisme jika ada kendala. Pemerintah harus menyediakan opsi verifikasi manual atau offline, layanan pembaruan biometrik cepat, kemudian mekanisme keberatan dan eskalasi layanan yang sederhana,”

    Pemerintah juga perlu melakukan audit keamanan sistem secara berkala, menyiapkan arsitektur redundansi dan backup (multi-site data center, disaster recovery center, dan backup terenkripsi), serta menerapkan Zero trust security dan pemisahan akses antara Dukcapil dan operator seluler.

    Tantangan di Wilayah 3T

    Penerapan face recognition berbasis digital juga menghadapi tantangan serius di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Di wilayah tersebut, penggunaan smartphone belum merata, akses internet masih terbatas, dan literasi digital relatif rendah.

    Heru juga mengatakan wilayah bencana juga perlu perhatian khusus.

    “Oleh karena itu, Pemerintah perlu menerapkan pendekatan asimetris antara lain registrasi SIM berbasis gerai atau offline dengan perangkat FR portabel, integrasi layanan Dukcapil–Operator di tingkat kecamatan/desa, dan transisi bertahap, di mana wilayah 3T dan wilayah kena bencana diberi masa adaptasi lebih panjang,”

    Pendekatan asimetris, seperti registrasi SIM berbasis gerai atau offline dengan perangkat FR portabel, integrasi layanan Dukcapil-Operator di tingkat kecamatan/desa, dan transisi bertahap dengan masa adaptasi lebih panjang bagi wilayah 3T dan wilayah bencana, dinilai perlu untuk memastikan tidak ada warga negara yang terpinggirkan akibat penerapan teknologi ini.

    Penerapan kebijakan ini akan dimulai pada 1 Januari 2026, dengan masa transisi yang akan disesuaikan. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk menekan angka kejahatan digital yang menggunakan nomor seluler.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *