Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggebrak dengan melakukan penggeledahan di rumah dinas Bupati Indragiri Hulu, Ade Agus Hartanto. Tindakan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan penambahan anggaran di Dinas PUPR PKPP Riau.
Kasus ini semakin memanas dengan ditetapkannya Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid, sebagai tersangka. Penggeledahan yang dilakukan KPK ini mengindikasikan adanya upaya pengumpulan bukti lebih lanjut terkait dugaan korupsi yang terjadi.
Penggeledahan dan Pengamanan Bukti
KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Bupati Indragiri Hulu sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid. Penggeledahan ini terkait dengan dugaan pemerasan dalam penambahan anggaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP tahun 2025.
Temuan Penting dalam Penggeledahan
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penggeledahan dilakukan pada pekan lalu.
Penyidik mengamankan sejumlah dokumen penting serta uang tunai dalam bentuk Rupiah dan Dolar Singapura.
“Uang yang diamankan lebih dari Rp400 juta,” kata Budi kepada wartawan, Senin (22/12/2025).
Keterlibatan Gubernur Riau Nonaktif
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Senin, 3 November 2025. Dalam OTT tersebut, Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka.
Daftar Tersangka Lainnya
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, M. Arief Setiawan, dan tenaga ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam.
Modus Operandi Korupsi
Abdul Wahid diduga meminta *fee* sebesar 5 persen dari tambahan anggaran proyek di Dinas PUPR PKPP Riau. Total target pengumpulan dana diperkirakan mencapai sekitar Rp7 miliar.
Menurut KPK, praktik ini dikenal dengan istilah internal “jatah preman”. Uang dikumpulkan dari enam UPT jalan dan jembatan melalui setoran tunai maupun transfer.
Jerat Hukum Bagi Para Tersangka
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.












