Menkeu Ungkap Strategi Pajak Minerba 2026 Hadapi Hilirisasi dan Bea Keluar Emas Batu Bara

Menkeu Ungkap Strategi Pajak Minerba 2026 Hadapi Hilirisasi dan Bea Keluar Emas Batu Bara

Sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia menghadapi pergeseran kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam beberapa tahun terakhir. Sementara sektor hulu minerba menunjukkan tren penurunan, industri pengolahan logam dasar justru mencatat pertumbuhan yang signifikan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa PDB industri pengolahan logam dasar melonjak dari Rp168 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp243,4 triliun pada tahun 2025. Fenomena ini menandakan adanya perubahan struktur ekonomi nasional yang bergeser dari ketergantungan pada kegiatan hulu menuju hilirisasi, yang mampu menciptakan nilai tambah lebih tinggi.

Meskipun hilirisasi sektor minerba menunjukkan hasil positif, pemerintah masih dihadapkan pada tantangan besar dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ini pada tahun 2026. Beberapa faktor yang menjadi pekerjaan rumah serius adalah fluktuasi harga komoditas global, percepatan transisi menuju energi hijau, serta kebutuhan untuk menjaga stabilitas pendapatan negara.

Sebagai strategi antisipatif, pemerintah sedang menyempurnakan berbagai instrumen fiskal. Salah satu langkah penting yang sedang dipertimbangkan adalah penerapan bea keluar (BK) untuk ekspor emas dan batu bara. Kebijakan ini dirancang untuk memastikan pasokan bahan baku di dalam negeri tetap terjaga, mempercepat proses hilirisasi, serta meningkatkan transparansi dan keuntungan negara dalam tata kelola komoditas strategis.

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa penerapan bea keluar ini sejalan dengan amanat Pasal 2A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum untuk menerapkan bea keluar guna menjaga ketersediaan pasokan domestik dan menstabilkan harga.

Penerapan bea keluar untuk emas diproyeksikan akan memberikan dampak positif yang signifikan. Hal ini diharapkan mampu mendorong peningkatan nilai tambah di dalam negeri, memperkuat ekosistem *bullion bank*, memperbaiki mekanisme pengawasan transaksi, serta mengoptimalkan penerimaan negara.

Sementara itu, bea keluar untuk batu bara memiliki tujuan yang lebih luas. Kebijakan ini diarahkan untuk mempercepat hilirisasi industri batu bara, mendukung agenda dekarbonisasi, dan memaksimalkan kontribusi fiskal dari sektor ini.

Indonesia tercatat sebagai negara pemilik cadangan emas terbesar keempat di dunia. Namun, Menkeu Purbaya mengingatkan bahwa cadangan bijih emas terus mengalami penurunan. Kondisi ini menjadi semakin krusial mengingat harga emas global terus meroket, mencapai USD4.076,6 per *troy ounce* pada November 2025.

Purbaya Yudhi Sadewa menekankan pentingnya kebijakan bea keluar untuk menjaga pasokan emas domestik.
“Sejalan dengan prioritas pengembangan ekosistem *bullion bank* Indonesia, kebutuhan pasokan emas di domestik meningkat. Oleh karena itu, diperlukan instrumen kebijakan bea keluar untuk mendukung ketersediaan suplai emas di Indonesia,” ujar Purbaya.

Batu bara masih memegang peranan penting sebagai penopang perekonomian nasional. Meskipun Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, nilai tambah yang dihasilkan dari ekspor dinilai masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh dominasi ekspor yang masih dalam bentuk bahan mentah.

“Untuk itu, instrumen BK disiapkan guna meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi, yang saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi bersama kementerian terkait,” pungkas Purbaya.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI